Krjogja.com - KULONPROGO - Penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengalami kenaikan cukup signifikan. Sejak awal Januari-Oktober 2022, tercatat 645 kasus DBD. Temuan tersebut tertinggi selama kurun waktu 24 tahun.
"Tahun ini, puncak siklus enam tahunan. Sejak 1998, tahun ini kasus DBD tertinggi," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat, dr Sri Budi Utami, Kamis (10/11/2022).
Mengacu data siklus enam tahunan dari Dinkes setempat, kasus DBD pada 2004 tercatat 237 kasus, 2010 (472) kasus, 2016 (381) kasus dan 2022 sebanyak 645 kasus. Penyebaran kasus terjadi merata di seluruh wilayah Kulonprogo.
Diantaranya Kapanewon Wates 96 kasus, Sentolo 89 kasus, Galur 82 kasus, Panjatan 79 kasus, Nanggulan 60 kasus dan Lendah 42 kasus. Kemudian Girimulyo 39 kasus, Kokap 37 kasus, Pengasih 34 kasus, Samigaluh 31 kasus, Kalibawang 30 kasus dan Temon 26 kasus.
Lebih lanjut dr Sri Budi Utami mengungkapkan, dari sebaran kasus tersebut, range usia pasien DBD paling banyak menjelang dewasa dan orang tua. "Pertama, usia 15-43 tahun ada 352 orang. Kemudian usia lebih dari 44 tahun ada 140 orang. Lalu usia 5-14 tahun ada 116 orang dan balita ada 30 orang. Ada lima kematian pasien DBD yang terdapat di Kapanewon Wates, Panjatan, Galur, Pengasih dan Samigaluh," ungkapnya.
Guna mencegah terjadinya peningkatan kasus DBD, pihaknya mengimbau masyarakat lebih waspda. Apalagi penyebab kematian kebanyakan masyarakat tidak ingat awal mula demam. Sehingga ketika mengalami fase kritis sudah terlambat dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Di antara antisipasi adalah melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), sehingga rantai penularan bisa terputus dan PSN lebih efektif daripada fogging. Selain fogging mahal ternyata hanya nyamuk dewasa yang bisa mati ketika saat di fogging. Cairan pestisida yang digunakan saat fogging juga mencemari lingkungan dan manusia dan kalau dilakukan secara berulang, nyamuk akan kebal terhadap pestisida.
Sedangkan dengan cara PSN, rantai penularan DBD akan putus karena telur dan jentik calon dewasa sudah mati. Selain mudah dan murah, juga memberikan manfaat jangka panjang.
Sementara itu Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinkes setempat, Rina Nuryati mengungkapkan telah menyiapkan fasilitas layanan kesehatan apabila diperlukan penanganan DBD. Meliputi sembilan rumah sakit, 21 puskesmas dan 13 klinik. Selain itu juga melakukan pengendalian vektor, tata laksana kasus, surveilans epidemiologi, penanggulangan kasus bila terjadi kejadian luar biasa (KLB) dan penyuluhan. (Rul)