KULONOROGO, KRJOGJA.com - Di DIY kasus perdagangan satwa dilindungi cukup tinggi. Setidaknya tiga bulan lalu baru saja memproses pedagang satwa dilindungi secara daring (online), kasus sudah di kejaksaan. Sementara dua tahun lalu, ada kasus serupa yang tinggal menunggu vonis hakim.
Kepala Seksi Wilayah II Balai Penegakkan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KHLK) Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara Timur, Tri Saksono menyatakan, pemutusan alur peredaran satwa sebenarnya dapat dilakukan bila monitoring jasa pengiriman barang baik darat, udara, serta laut diperketat. Tren peredaran satwa liar selama ini cenderung memakai jasa ekspedisi pengiriman barang jalur darat.
"Sebab saat ini transaksi langsung atau Cash on Delivery (COD), sudah banyak pengawasan, sehingga berganti melalui jasa pengiriman," ujarnya, Senin (07/08/2017).
Dijelaskan, Gakkum sudah menemukan 18 kasus perdagangan satwa dilindungi. Pihak ekspedisi diduga tidak mengetahui satwa yang ada di dalam paket adalah satwa dilindungi atau tidak. "Perlu sosialisasi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) kepada pengelola ekspedisi,†tambahnya.
Sementara Kepala PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daops VI Yogyakarta, Hendy Helmy mengaku pihaknya tidak bisa mengawasi dengan detail paket yang bakal dikirim. Hal tersebut karena proses pengiriman paket dilaksanakan ekspeditur yang terikat kontrak berbayar dengan pihak PT KAI di tingkat pusat.
"Di dalam kontrak sudah tertulis tidak diperbolehkan pengiriman paket berisi barang berbahaya atau ilegal. Pengiriman hewan peliharaan sebenarnya sudah biasa, namun kami tunggu hasil temuan seperti apa. Kalau terbukti ekspeditur yang bekerja sama dengan KAI sudah melakukan pengiriman satwa dilindungi maka dapat diputus kontrak," katanya. (Wid)