KULONPROGO (Krjogja.com) – Serikat pekerja dan pelaku usaha meminta agar revisi Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) tetap mempertimbangkan keseimbangan antara aspek kesehatan dan ekonomi. Salah satu poin yang disoroti adalah pengaturan radius pemasangan iklan rokok dan lokasi penjualan.
Hal tersebut disampaikan Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (FSPRTMM) DIY, Waljid Budi Lestarianto, seusai audiensi dengan DPRD Kulonprogo, Jumat (14/11/2025), di Ruang Sadewa. Audiensi diterima oleh Ketua DPRD Kulonprogo Aris Syarifuddin, Wakil Bupati Ambar Purwoko, serta Panitia Khusus (Pansus) Raperda KTR.
“Radius ini sudah diatur dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 yang menjadi dasar penyusunan Perda KTR versi revisi. Kami berharap pengaturannya disesuaikan dengan kondisi daerah. Teknis pengaturan radius cukup lewat Peraturan Bupati agar bisa menyesuaikan situasi kewilayahan,” ujar Waljid.
Dalam rancangan terbaru, radius penjualan diatur sejauh 200 meter, sementara radius promosi mencapai 500 meter dari area KTR. Usulan ini dinilai terlalu jauh, sehingga para pekerja meminta jarak tersebut dipertimbangkan kembali.
“Kami juga meminta definisi Tempat Khusus Merokok (TKM) diperjelas. Ketentuan KTR jangan sampai terlalu memberatkan pelaku usaha, terutama sektor perkantoran, tempat makan, hiburan, dan hotel yang harus menyediakan bangunan terpisah,” tambahnya.
Pelaku usaha event organizer (EO) Kulonprogo, Martino Ayomi Putra, turut menyampaikan dampak aturan sponsor rokok pada penyelenggaraan acara besar.
“Sponsor rokok itu berdampak besar. Mereka biasanya yang paling besar kontribusinya dalam sebuah event. Tanpa sponsor ini, harga tiket bisa naik dan EO berisiko rugi. Kami jadi tidak berani menggelar event besar sejak ada aturan larangan sponsor rokok,” ujar Martino.
Ketua DPRD Kulonprogo, Aris Syarifuddin, menegaskan pembahasan Raperda KTR akan memperhatikan prinsip keadilan dan kepentingan umum. Menurutnya, aspirasi dari seluruh pihak akan ditampung, termasuk kelompok yang meminta pelarangan iklan, serikat pekerja rokok, budayawan, pelaku wisata, hingga pekerja rokok.
“Kami tidak akan membela satu pihak. Prinsipnya adalah keadilan untuk semua. Perda ini harus sesuai dengan aturan di atasnya. PP sudah mengatur, maka Perda nanti sifatnya mengatur, bukan melarang. Jika melarang, justru melanggar aturan lebih tinggi,” tegas Aris.
Aspirasi dari berbagai kelompok masih akan terus dibahas sebelum Raperda KTR ditetapkan.
(Wid)