Mengancam Ketika Diputus, Bentuk Kekerasan Dalam Pacaran

Photo Author
- Rabu, 26 Juli 2017 | 11:49 WIB

PERILAKU kontrol berlebih terhadap pasangan dan perilaku mengancam bunuh diri karena diputus sudah merupakan suatu bentuk kekerasan dalam pacaran. Perempuan paling banyak menjadi korban.

“Karena kekerasan itu ya segala jenis perilaku yang menyebabkan pihak lain terganggu dan terenggut hak-haknya,” ujar Niken Anggrek Wulan, Humas dan Media Yayasan Rifka Annisa Yogyakarta. Niken kemudian menjelaskan bahwa kekerasan dapat terjadi pada laki-laki, namun presentasenya lebih banyak terjadi kepada perempuan. Mengapa kekerasan dapat terjadi dalam suatu hubungan dan mengapa mayoritas korbannya adalah perempuan?

Menurut Niken, pola pengasuhan dalam keluarga memang berpengaruh dalam membentuk perilaku kekerasan, namun hal yang paling mempengaruhi adalah konsep gender yang beredar di masyarakat. Konsep gender yang beredar di masyarakat pada umumnya menganggap bahwa perempuan ideal adalah perempuan yang patuh dan sabar sementara laki-laki adalah sosok pemimpin yang dipatuhi.

“Kita mengenalnya dengan istilah 'patriarki',” sambungnya. Lebih jauh, Niken berpendapat bahwa menjadi patuh itu sebenarnya tidak salah, namun akan menjadi masalah apabila sifatnya rigid.

Konsep gender seperti yang dipaparkan oleh Niken tersebut dapat juga diadaptasi oleh orang tua pelaku dalam menjalankan rumah tangga. “Biasanya tanpa sadar, seorang remaja juga akan mengadaptasi konsep tersebut dalam kesehariannya. Jadi harus ditelusuri juga, apakah di dalam keluarganya mengalami pola patriarki?” jelasnya.

Relasi Kuasa

Dalam sebuah hubungan asmara antara remaja maupun hubungan antara suami istri, adanya perbedaan beberapa faktor yang terlalu mencolok di antara keduanya dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan. “Ketika ada gap yang terlalu besar dalam faktor pendidikan, ekonomi, kesehatan atau status sosial warisan keluarga, yang ada di posisi lebih atas dalam faktor tersebut akan merasa lebih berkuasa terhadap pasangannya,” papar Niken.

Niken kemudian memaparkan berbagai kasus kekerasan yang telah ditangani oleh Yayasan Rifka Annisa, ia mengungkapkan bahwa meskipun seorang laki-laki dan perempuan sudah memiliki kesetaraan dalam faktor-faktor tersebut, perempuan masih rentan menjadi korban kekerasan. “Ya balik lagi ke konstruksi sosial tadi, bahwa perempuan harus selalu patuh dengan laki-laki,” jelasnya. (Mg-07)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: agung

Tags

Rekomendasi

Terkini

Hati-hati! Cegah Kebocoran Surat Suara

Selasa, 24 Januari 2023 | 12:01 WIB

Bekerja di Perusahaan Start-Up? Siapa Takut!

Kamis, 17 Oktober 2019 | 11:15 WIB

SBY Sebut PDIP dan Gerindra Diuntungkan

Sabtu, 10 November 2018 | 17:17 WIB

Ketika Pacaran Berujung Kekerasan

Rabu, 26 Juli 2017 | 00:17 WIB

Sampah Visual, Pelanggaran yang Membudaya

Jumat, 24 Maret 2017 | 19:26 WIB

Sampah Visual Mahasiswa Marak, Kampus 'Anteng'

Jumat, 24 Maret 2017 | 13:41 WIB

Tips Acara Mahasiswa Laris Tanpa 'Nyampah Visual'

Jumat, 24 Maret 2017 | 10:00 WIB

Teror Sampah Visual Kaum Terpelajar di Yogyakarta

Jumat, 24 Maret 2017 | 03:50 WIB
X