Krjogja.com, YOGYA - Dengan munculnya era platform digital, karya lagu sangat mudah dibajak dengan berbagai variasi. Diharapkan para musik publisher bisa membantu melindungi hak dari karya pencipta lagu.
Tema tersebut dihadirkan dalam obrolan santai Massive Music di Piezo Kopi, Jumat malam (1/11/2023). Banyak pembahasan seru dibalut santai berkaitan dengan ekosistem industri musik bersama pegiat musik seperti Pongki Barata (eks Jikustik), Franky Indrasmoro (eks Naif), dan Aldri Dataviadi (Samsons) dari Massive Music.
Aldri Dataviadi mengatakan jika sebagai pencipta karya lagu selayaknya mendapatkan haknya pula secara adil baik dalam ekonomi, tapi juga hak moral.
Baca Juga: PLTS Terapung Cirata Berbasis Energi Bersih, Langkah Konkret Transisi Energi Menuju 'Green Energy'
"Dari segi ekonomi, sebagai pencipta lagu hak cipta lagu bisa diwariskan. Yaitu 75 tahun setelah lagu diciptakan. Bisa anak,istri, atau pihak yang diwariskan. Setelah 75 tahun sejak karya diciptakan, maka sudah menjadi public domain," tutur Aldri.
Pongki Barata pun menuturkan dengan adanya pemilihan musik publisher yang tepat sang pencipta lagu bisa lebih fokus mencipta lagu.
"Karena sebelumnya tidak paham bagaimana sistem royalti atau hak dari pencipta lagu. Apalagi saat ini zaman digital saat ini, platform streaming telah meraja. Kita harus bisa memilih publishing yang berasosiasi pada platform agar jelas hak-hak kita," tutur Pongki Barata.
Baca Juga: PKBH FH UMY Gelar Refleksi Akhir Tahun, Soroti Permasalahan Hukum Era Jokowi
Franky Indrasmoro pun turut menghimbau agar para pencipta karya lagu melek legalitas. Sebab mereka tidak akan tahu pemanfaatan lagu kita di luar sana.
"Kita sebaiknya masuk di music publisher yang bisa mengutamakan perlindungan akan karya lagu. Karena saat ini banyak klaim prosentasi dalam proses penciptaan lagu. Salah satu contoh, beberapa pencipta lagu yg lagunya sudah viral duluan, namun belum mendaftarkan ke publisher, kan repot," ucap Franky. (*)