Kerugian Capai Rp 16,7 Triliun, Duet OJK-Polri Perkuat Gakkum Sektor Jasa Keuangan

Photo Author
- Rabu, 27 Juli 2022 | 22:57 WIB
Dari ki-ka: Wiwit Puspitasari, Parjiman dan Suharyono (foto: fira nurfiani)
Dari ki-ka: Wiwit Puspitasari, Parjiman dan Suharyono (foto: fira nurfiani)

SLEMAN, KRJOGJA.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Polri semakin mempererat dan memperkuat kerjasama penegakan hukum (gakkum) tindak pidana di sektor jasa keuangan yang semakin berkembang meluas dan marak saat ini.

Gakkum adalah pintu gerbang terakhir dalam menangani kasus-kasus tindak pidana sektor jasa keuangan seperti investasi ilegal dan pinjaman online (pinjol) ilegal.

OJK melaporkan kerugian akibat investasi ilegal telah mencapai Rp 16,7 triliun sejak 2018 hingga sekarang.

Penyidik Utama Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan (DPJK) OJK Irjen Pol. Suharyono mengaku penanganan dan gakku terhadap tindak pidana sektor jasa keuangan tidak mudah dilakukan.

Pihak penyidik OJK dan aparat kepolisian, kerap dihadapkan pada pilihan sulit antara melakukan tindakan tegas, dengan pertimbangan lebih luas dan memprioritaskan upaya menyelamatkan dana masyarakat.

Dana masyarakat seringkali menjadi pertaruhan dalam banyak kasus tindak pidana di sektor jasa keuangan.

" Dana hasil tindak kejahatan biasanya sudah dipergunakan pelaku atau entitas untuk berbagai keperluan mulai dari investasi hingga keperluan konsumtif. Jadi kami sangat berhati-hati dan teliti, maunya bertindak tegas dan keras, namun khawatirnya peluang mengembalikan dana masyarakat semakin tertutup sehingga penanganan gakkumnya memang tidak mudah," ungkapnya usai Sosialisasi Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan dan Satgas Waspada Investasi (SWI) di The Alana Yogyakarta Hotel & Convention Center, Rabu (27/7/2022).

Wakil Ketua 1 Satgas Waspada Investasi (SWI) OJK Wiwit Puspasari menyampaikan kerugian akibat investasi ilegal mencapai Rp 16,7 triliun.

Dengan rincian sekitar Rp 1,4 triliun pada 2018, 2019 mencapai Rp 4 triliun, 2020 mencapai Rp 5,9 triliun kemudian 2021 sebesar Rp 2,5 triliun dan mencapai Rp 2,90 triliun sampai Mei 2022.

Dengan kerugian yang fantastis tersebut, OJK lantas melakukan moratorium pemberian izin perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending seiring maraknya kasus investasi bodong dan pinjol ilegal.

" OJK memutuskan menghentikan pemberian izin terhadap izin Fintech baru, hanya ada 102 fintech saat ini. Jadi kami meminta kepada masyarakat pintar dan meningkatkan kewaspadaannya berkaitan dengan investasi dan pinjo yang akan mereka lakukan, kuncinya mengedepankan 2L yakni legal dan logis," tuturnya.

Senada, Wiwit menyampaikan dana masyarakat yang terlanjur masuk ke praktik investasi ilegal, biasanya sangat sulit kembali. Sehingga sosialisasi dan edukasi wahana investasi ega menjadi hal yang penting untuk terus mendorong agar masyarakat pintar menginvestasikan dananya.

"Pemilik modal pasti ingin return yang besar namun harus diingat, keuntungan yang tinggi selalu berdampingan dengan risiko yang juga tinggi. Jadi masyarakat harus pintar supaya kita mencegah kerugian yang lebih besar. Upaya pencegahan ini merupakan upaya yang terus dilakukan SWI," imbuhnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X