SLEMAN, KRJOGJA.com - Badan Teknologi Nuklir Nasional (BATAN) bersama Perhimpunan Kedokteran Nuklir Indoneaia (PKNI) menggelar Indonesia Nuclear Expo (NEXPO) di Royal Ambarrukmo Jumat (6/9/2019). Dalam agenda tersebut dibahas banyak hal terkait perkembangan kedokteran nuklir di tanah air yang disebut masih cukup abu-abu.Â
Baca Juga:Â Ternyata Nuklir Bisa Bikin Pakaian Tahan Air
Eko Purnomo, Ketua PKNI menyebut saat ini masyarakat masih rancu menangkap makna kedokteran nuklir. Tak sedikit yang masih menilai disiplin kedokteran tersebut merupakan cabang ilmu kesehatan yang digunakan untuk mengobati orang terpapar radiasi nuklir atau korban kecelakaan nuklir.Â
“Publik masih banyak yang keliru, kedokteran nuklir itu bukan menangani kecelakaan nuklir. Kinerjanya meliputi diagnosa dan pengobatan berbagai jenis penyakit termasuk kanker dan jantung,†ungkapnya pada wartawan dalam sesi konferensi pers di sela agenda.Â
Pakar Kedokteran Nuklir Johan Mansyur menambahkan sejak akhir tahun 60-an kedokteran nuklir telah dikembangkan di Indonesia namun memang dengan segala keterbatasan yang ada. Hingga saat ini menurut dia teknologi nuklir baik radioaktif maupun radioisotop digunakan untuk fungsi diagnostic dan terapi.Â
“Khususnya ke hal kanker kedokteran nuklir ini menjadi pilihan yang aman, murah dan buat pasien itu lebih nyaman. Ablasi dalam pengobatan kedokteran nuklir masuk ke pasien bukan dengan cara ditusuk seperti kemoterapo, tapi diminumkan. Kedepan kami sedang kembangkan untuk pengobatan kanker kelenjar getah bening, prostat dan mungkin nanti payudara dan lainnya,†ungkap Johan.Â
Eko Purnomo kembali menambahkan, kedokteran nuklir menjadi salah satu opsi bagi pemerintah untuk menyediakan pengobatan murah berkualitas bagi masyarakat. Ia memberikan contoh perbandingan harga pengobatan kanker dengan teknologi nuklir dibandingkan kemoterapi yang mencapai 10 kali lebih murah.Â