Arjuna juga menilai, aktivitas pengawasan yang dilakukan Bawaslu kabupaten/kota dalam Pilkada ke depan dimungkinkan tak memiliki dasar hukum.
"Bisa jadi, seluruh aktivitas pengawasan yang dilakukan Bawaslu Kabupaten/Kota dalam Pilkada tidak memiliki dasar hukum (legal standing) yang kuat dan potensial dipersoalkan oleh pihak-pihak terkait," ungkapnya.
Arjuna juga menyebut kelemahan lain yang dapat memicu suatu permasalahan, adalah jumlah komisioner misalnya. Bawaslu Sleman kini berjumlah lima anggota yang telah bersifat tetap atau permanen, sementara Panwas kecamatan masing-masing hanya tiga.
“Tentu Bawaslu Kabupaten Sleman juga tidak bisa menonaktifkan dua anggota untuk tidak ikut mengawasi Pilkada 2020 ke depan kalau mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan UU Pilkada itu,†tuturnya.
Bawaslu telah melakukan pemetaan sejumlah pasal dalam UU Pilkada yang berpotensi menghambat kerja-kerja pengawasan Pilkada. Diantaranya, kewenangan Bawaslu Kabupaten/Kota yang dapat memproses dan memutus dugaan pelanggaran administrasi pemilu pada Pemilu 2019 lalu, yang tidak diatur dalam UU Pilkada.Â
UU Pilkada juga tidak mengatur kewenangan Bawaslu Kabupaten/Kota dalam memproses dan memutus persoalan sengketa pemilu antara peserta pemilu dengan KPU.Â
“Untuk optimalisasi pengawasan Pilkada 2020, Bawaslu sedang mempertimbangkan usulan perlunya segera dilakukan revisi terbatas UU Nomor 10 Tahun 2016,†pungkasnya. (Ive)