SLEMAN, KRJOGJA.com - Kenaikan aktivitas Gunung Merapi dikhawatirkan memberi dampak terhadap keberlangsungan populasi bunga Anggrek. Pasalnya pasca erupsi 2010 lalu terjadi penurunan jenis spesies.
Tahun 2009 ada 62 jenis Anggrek di sekitar Balai Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Lalu 2015 lalu dilakukan inventarisir oleh petugas Balai TNGM dan hanya dijumpai 52 jenis saja. Ada dua kemungkinan penyebab turunnya jenis Anggrek. Selain erupsi 2010 yang cukup banyak menghanguskan banyak pohon, juga faktor pencurian.
Kepala Balai TNGM Ammy Nurwati mengatakan, pasca erupsi 2010 setidaknya 482 hektare lahan di Balai TNGM rusak. Selama periode 2010-2015 lalu dilakukan pemulihan ekosistem. Setelah itu baru dilakukan pendatan kembali terhadap jenis Anggrek.
Di TNGM itu dapat diakses oleh semua orang. Termasuk wisatawan karena disana memang dijadikan tempat untuk wisata edukasi. Untuk mempertahankan populasi, Balai TNGM bekerjasama dengan instansi terkait. Akademisi, pecinta Anggrek dan masyarakat sekitar.
"Sejak 2015 kami belum melakukan pendataan lagi. Bisa jadi jangkauan pendatan petugas kurang luas, sehingga saat itu hanya mampu menemukan 52 jenis Anggrek," ujarnya disela-sela Sosialisasi Penyadartahuan Anggrek Merapi yang berlangsung di Museum Gunungapi Merapi (MGM), Kamis (24/5/2018).
Ammy mengatakan, Anggrek adalah sebuah bunga yang tidak dapat hidup sendiri. Mereka menempel pada pohon yang dijadikan inang. Untuk itu, upaya konservasi lainnya juga dengan menjaga inangnya. Agar Anggrek tetap bisa mendapatkan suplay makanan dari pohon inang.
Kekhawatiran terhadap keberlangsungan populasi Anggrek Merapi juga dirasakan Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah I Balai TNGM Nurpana Sulaksono. Menurutnya, peningkatan aktivitas Gunung Merapi tidak hanya dirasakan satwa yang ada di lingkungan balai. Namun juga untuk jenis tumbuhan, termasuk Anggrek.
"Harapannya masyarakat dan stakeholder yang lain dapat ikut berpartisipasi untuk melestarikan Anggrek Merapi," jelasnya.(Awh)