YOGYA, KRJOGJA.com - Generasi muda termasuk di dalamnya pelajar dan mahasiswa sangat rentan terpapar paham radikal cukup mengakar kuat di tengah masyarakat. Pasalnya, anak muda memegang peranan penting bagi masa depan bangsa serta dinilai lebih fleksibel ketika masuk dalam berbagai komunitas.
"Namun perhatian terhadap potensi tersebut belum begitu disadari. Bahwa anak muda rentan terhadap merebaknya ajaran-ajaran radikal. Kondisi ini yang harus menjadi perhatian serius semua pemangku kepentingan," tutur Muhammad Najib Azca MA PhD dari Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) Departemen Sosial UGM dalam Workshop Penguatan Jaringan Masyarakat dan Pemerintah dalam Penagggulangan Terorisme' yang digelar Center for the Study of Islam and Social Transformation (CISForm) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta di Hotel Grand Zuri Yogyakarta, Senin (29/01/2018).
Dilanjutkan Najib, dalam kasus Islam Radikal terbagi menjadi tiga kategori, yakni Jihadisme, Vigilantisme dan Syariatisme. Ketiganya memiliki tingkatan yang berbeda dalam pemikiran dan tindakannya.
"Namun demikian ketiganya perlu diwaspadai. Sebab sasarannya jelas pada anak muda. Pola rekrutmennya juga melalui media sosial. Bahkan, rentan pula terjadi pada pekerja migran perempuan seperti kasus di Hongkong beberapa waktu lalu saat TKI terindkasi ISIS," jelasnya.
Sementara Dr Nostalgiawan Wahyudi dari Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global (PSTPG) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjelaskan, program pemberdayan ekonomi bagi generasi muda menjadi salah satu langkah penting untuk meminimalisir menyebarnya paham radikal. Ada tiga kelompok besar menurut Nostalgiawan yang perlu mendapat perhatian dengan pemberdayaan tersebut.
"Pertama untuk bekas napi teroris (napiter) yang butuh pemberdayaan ekonomi dan proses deradikalisasi agar tidak kembali ke jalan sesat. Selanjutnya untuk pemuda yang butuh pemberdayaan ekonomi sebagai bagian pencegahan. Caranya, dapat dengan membuka lapangan kerja. terakhir bagi pelajar/mahasiswa butuh pemberdayaan pendidikan," imbuhnya.
Sementara Alimatul Qibtiyah MA PhD dari CISForm menegaskan bahwa Islam yang berkembang di Indonesia merupakan Islam tengahan di antara tarik ulur paham kanan dan kiri. Sehingga semestinya Islam Indonesia menunjukkan jati dirinya untuk meladeni paham-paham ekstrim dan radikal.
Selain itu, Alimatul juga mengingatkan jika perempuan juga mulai rentan terkena imbas paham radikal. Hal tersebut sudah terbukti dengan sejumlah fakta peran perempuan dalam kasus-kasus terorisme yang berhasil diungkap petugas. (Feb)