Tim Mitigasi Bencana UGM Minta Masyarakat Belajar dari Longsor Ponorogo

Photo Author
- Selasa, 11 April 2017 | 16:11 WIB

SLEMAN, KRJOGJA.com - Musibah tanah longsor di Banaran Pulung Ponorogo yang terjadi hingga dua kali dalam seminggu terakhir dan menelan korban jiwa tampaknya menjadi perhatian tersendiri. Masyarakat pun diminta belajar dari peristiwa memilukan di Ponorogo mengingat masih banyaknya zona rawan longsor yang ada di Indonesia.

Ketua Tim Mitigasi Bencana UGM Dwikorita Karnawati kepada wartawan Selasa (11/4/2017) mengatakan dalam musim pancaroba yang memungkinkan hujan terjadi dengan intensitas tinggi, masih banyak wilayah di Indonesia yang rawan terjadi longsor seperti di Ponorogo. Dwikorita yang sehari setelah longsor langsung berada di Ponorogo meminta masyarakat dan seluruh instansi terkait untuk waspada adanya potensi tanah bergerak di wilayah masing-masing.

"Bencana longsor ini bisa dicegah yakni dengan menggalakkan peringatan dini terutama pada warga yang berada di lokasi terpetakan longsor. BPBD harus memberikan pemahaman masyarakat terkait ciri-ciri longsor, bagaimana mencegah dan bagaimana menghindar saat sudah terjadi bencana, kami tahu mereka bekerja keras dan di musim pancaroba ini harus ekstra lagi untuk menyadarkan warga di zona longsor, kita waktunya mengalah pada alam, kita tinggalkan dahulu dan nantinya kita bisa tata lagi usai musim penghujan," ungkapnya.

Hal lain yang harus disadari mungkin terjadi setelah longsor yakni potensi banjir bandang yang merupakan bencana ikutan dari longsor. Beberapa contoh sudah terjadi di Indonesia yang kemudian menyebabkan jatuhnya korban jiwa lebih banyak dibandingkan bencana longsor.

"Banjir bandang ini harus kita waspadai dan kami sangat berharap masyarakat menjauhi lokasi longsor karena selain longsor susulan bisa diikuti banjir bandang seperti yang terjadi di Jember, Pacet, Bahorok hingga Wasior, kalau aliran sungai tiba-tiba keruh maka langsung menjauh dari aliran sungai. Bencana ikutan inilah yang ingin kami sampaikan kembali pada masyarakat agar tak lagi ada korban jiwa," lanjutnya.

Bagus Bestari Kamarullah, tim mitigasi bencana UGM menambahkan aktivitas manusia mengelola lahan miring seperti yang terjadi di Ponorogo menjadi salah satu penyebab teejadinya bencana tanah longsor di mana tanah menjadi jenuh air. "Kami menemukan adanya penggunaan lahan untuk tanaman semusim seperti jahe, singkong, jagung dan palawija lainnya.  Kejadian pertama itu saat masyarakat panen jahe, ini tentu pekerjaan rumah agar diperbaiki pengelolaan lahan," terangnya.

Sementara untuk membenahi lokasi-lokasi rawan longsor dan pasca bencana longsor, Hatma Suryatmojo dari Kehutanan UGM mengungkap perlu adanya kejelian dalam memilih jenis tanaman, pola tanam dan pembenahan pengelolaan lahan. Menurut dia, penanganan pencegahan longsor sekaligus konservasi air harus dilakukan kasus per kasus tak bisa disamaratakan untuk semua wilayah di Indonesia.

"Kita tak bisa 'nggebyah uyah' menyamaratakan penanganan pencegahan atau penanggulangan tanah longsor yang masih sangat mungkin terjadi. Seperti misalnya di Ponorogo, kalau banyak terasering maka kita bisa tata misalnya pembuatan salura air ke bawah agar tanah tidak jenuh air sehingga mengurangi potensi longsor, kita harus lihat masing-masing tempat," ungkapnya. (Fxh)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: danar

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X