Kraton Yogyakarta Sukses Adakan Simposium Internasional

Photo Author
- Senin, 11 Maret 2024 | 22:35 WIB
 Suasana dan para pemateri dalam Simposium Internasional Budaya Jawa 2024 yang digelar selama dua hari di Royal Ambarrukmo Yogyakarta   (Fira Nurfiani )
Suasana dan para pemateri dalam Simposium Internasional Budaya Jawa 2024 yang digelar selama dua hari di Royal Ambarrukmo Yogyakarta (Fira Nurfiani )


Krjogja.com - Sleman - Kraton Yogyakarta sukses menggelar Simposium Internasional Budaya Jawa atau International Symposium on Javanese Culture 2024 yang berlangsung pada Sabtu (9/3) hingga Minggu (10/3) lalu di The Kasultanan Ballroom Royal Ambarrukmo Yogyakarta.

Rangkaian kegiatan peringatan Ulang Tahun Ke-35 Kenaikan Takhta atau Tingalan Jumenengan Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X dan GKR Hemas dalam tahun masehi ini dipadati peserta selama dua hari penyelenggaraan simposium bertajuk “Traditional Ceremonies in The Sultanate of Yogyakarta”.

Baca Juga: MTsN 9 Bantul Relaunching Website

Simposium Internasional Budaya Jawa 2024 ini telah menghadirkan agenda utama yakni pemaparan daur hidup manusia, gelar wicara mengenai kondisi kraton terkini, dan pemaparan sesi terakhir yakni lintas budaya. Acara hari pertama dihadiri GKR Hayu, GKR Bendera dan KPH Notonegoro sedangkan hari kedua dihadiri GKR Hayu dan KPH Notonegoro beserta tamu undangan dari beberapa universitas, akademi dan perguruan tinggi mitra Kraton Yogyakarta.

Tak hanya dipadati sekitar 350 peserta di dalam ballroom, International Symposium on Javanese Culture 2024: Traditional Ceremonies in The Sultanate of Yogyakarta juga diramaikan 90 peserta yang bergabung secara daring melalui Zoom Meeting. Simposium Internasional Budaya Jawa 2024 pun resmi berakhir dengan pidato penutup yang disampaikan GKR Hayu selaku Ketua Panitia Penyelenggara.

Baca Juga: Bagi Takjil Gratis untuk Mahasiswa, UMY Tak Persoalkan Anggaran Rp 125 Juta Sehari

“Tidak hanya sebagai wadah tukar pikiran, simposium bertema upacara adat ini diharapkan menjadi ruang udhik-udhik yang disebarkan kraton sebagai bentuk tindak pelestarian serta sarana memperkuat jati diri bangsa. Semoga kegiatan ini semakin menginspirasi masyarakat ebih banyak berkontribusi dalam pelestarian kebudayaan lokal. Sekali lagi, terima kasih untuk semua pihak.dan sampai jumpa di Simposium Internasional Budaya Jawa tahun depan” tuturnya di Royal Ambarrukmo Yogyakarta, Minggu (10/3).

Acara simposium hari kedua dimulai lebih pagi yakni pukul 08.30 WIB dengan sesi pertama tentang daur hidup. Dengan menghadirkan keynote speech dari Indria Laksmi Gamayanti, Psikolog dari Kemuning Kembar yang juga merupakan salah satu reviewer dalam acara simposium. Sesi ini berlangsung istimewa karena menghadirkan 4 pembicara sekaligus yang terpilih dari hasil call for paper yakni Lia Amalia, Vina Dini Pravita, Nadhya Azka Aulia dan peneliti paling muda Christopher Jason Santoso.

Baca Juga: Hilang Di Selokan Mataram, Bocah Warga Rusun Gemawang Ditemukan Meninggal Dunia

Usai sesi daur hidup dilanjutkan dengan talkshow bertajuk ‘Keraton Updates’. Pada sesi ini GKR Hayu dan KPH Notonegoro banyak menceritakan pengalaman pribadinya dalam melakoni upacara adat baik yang bersifat daur hidup maupun Hajad Dalem.

“Banyak sekali yang sering mempertanyakan, Ketika Hajad Dalem Peksi Burak, itu yang kebagian merangkai jeruk selalu mbak Mangku (GKR Mangkubumi) dan Bendara (GKR Bendara). Sehingga ada pertanyaan, apakah yang merangkai jeruk pranatan nya memang harus Putri Dalem yang sulung dan ragil (putri terakhir}? Padahal alasan utamanya karena saya, mbak Kirono (GKR Condrokirono), dan mbak Madu (GKR Maduretno), tidak suka aroma jeruk. Bukan karena pranaten (aturan) khusus seperti itu atau apa,” ungkap GKR Hayu.

Baca Juga: Cukupi Kebutuhan Lebaran, BI DIY Siapkan Uang Kartal Rp 4,5 T

Selain banyak bercerita tentang pengalaman pribadi seputar upacara adat, pasangan suami istri ini juga banyak membagikan kegiatan terbaru di Kraton Yogyakarta. GKR Hayu banyak berkisah tentang hal-hal yang tengah digarap Kawedanan Tandha Yekti seperti pencatatan lengkap mengenai Hajad Delem mulai dari runtutan prosesi hingga sajen yang disiapkan. KPH Notonegoro pun banyak menceritakan tentang kegiatan Yogyakarta Royal Orchestra dan beragam agenda serta pembaharuan dalam Kawedanan Kaprajuritan.

“Kami sedang mencoba menghidupkan kembali beberapa cabang olah raga keprajuritan, seperti latihan baris yang tentunya berbeda dengan model baris berbaris di tempat lain, kemudian jemparingan, tulupan, plinthengan, pencak silat, dan sebagainya. Ada cita cita kami untuk kembali merekonstruksi wotangan dan rampogan, meski mungkin tidak menggunakan macan asli” terang KPH Notonegoro selaku Penghageng Kawedanan Kaprajuritan sekaligus Kawedanan Kridhamardawa.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X