Krjogja.com Yogya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan Fakultas Teknik (FT) Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) berkolaborasi dalam melaksanakan seminar Public Lecture dengan tema agrikultur yang ditujukan bagi masyarakat yang berprofesi sebagai petani, khususnya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Auditorium Kampus 4 Gedung Teresa UAJY pada Selasa (6/8).
Seminar ini dihadiri oleh jajaran dosen UAJY serta 40 tamu undangan dari pihak eksternal. Kelompok-kelompok tani yang hadir diantaranya Paguyuban Nayantaka, Lingkar Organik, Sri Rejeki, Kompak-Yo, Bulak Kunden, Kelompok Wanita Tani, dan masih banyak lagi.
Seminar Public Lecture ini merupakan salah satu rangkaian acara kolaborasi FISIP dan FT yang mendiskusikan tentang agrikultur dan petani, sebagai aktor dalam mempertahankan sumber daya pangan. Isu pangan ini sangat erat kaitannya dengan Sustainable Development Goals (SDGs).
Baca Juga: Perpusnas Terima 536 Naskah Kuno Sunda
Dr. Victoria Sundari Handoko, S.Sos., M.Si selaku Dekan FISIP UAJY mengemukakan bahwa dalam mewujudkan ketahanan pangan tersebut dibutuhkan inovasi dan modernisasi pada sektor pertanian. “Petani berdaya, Indonesia berjaya!” ujar Sundari membakar semangat peserta.
Dr. Aaron J. Kingsbury, Ph.D, dosen di Maine Maritime Academy USA menjadi pembicara pada sesi pertama berjudul ‘Pendekatan Inovatif dan Ekologis terhadap Perubahan Sosial di Pertanian Jepang’. Moderator pada sesi pertama ini dibawakan oleh Meganusa Prayudi Ludvianto, S.I.P., M. Commun. dan Cindy Claresta Rendyna sebagai penerjemah Dr. Aaron.
Materi yang dibawakan pada sesi ini berfokus pada pertanian di Jepang mengenai bagaimana awal mula perkembangan pertaniannya serta dampak yang terjadi hari ini hingga kemungkinan di masa depan.
Baca Juga: Melalui ODP, BSI Siapkan Future Leader Bank Syariah
Dr. Aaron mengatakan bahwa begitu banyak orang yang memberikan dana bagi perusahaan-perusahaan di Jepang supaya agrikulturnya makin berkembang. “Namun demikian, aktor atau petaninya sendiri tidak ada sehingga membuat masa depan orang Jepang menjadi tidak menentu,” lanjut Aaron.
Selanjutnya, sesi kedua dibawakan oleh moderator Kristian Tamtomo, S.Ant., M.A., Ph.D dengan tiga narasumber, yakni Prof. Thomas Reuter, Ph.D, dosen Universitas Melbourne; Dr. Graeme Macrae, dosen Massey University of New Zealand; serta Dr. Dhyah Ayu Retno Widyastuti, S.Sos., M.Si, dosen FISIP UAJY.
Pada sesi ini, Prof. Thomas menerangkan adanya praktek petani kecil justru bermanfaat dan memiliki dampak yang besar di masa mendatang. “Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan berkelanjutan agar petani kecil tidak berhenti,” jelas Thomas.
Baca Juga: Batik Ecoprint Dulu, Baru Dikembangkan Totebag
“Dibandingkan petani besar, petani kecil ini mampu memunculkan hasil yang lebih bervariasi sehingga mampu untuk membantu ketahanan pangan,” imbuh Graeme.
Dhyah dalam pemaparannya membedah buku karangan Prof. Thomas berjudul ‘Petani Kecil untuk Ketahanan Pangan Global’ yang sekaligus menjadi judul materi pada sesi dua ini. Para peserta berharap supaya pemerintah bisa melindungi petani Indonesia dan memberikan pelatihan mengenai sumber daya manusia untuk ketahanan pangan dengan pengenalan teknologi agar lebih maju dan mampu bersaing dengan negara lain. (*)