Atasi Ketimpangan Akses Hunian, DPRD dan Pemkab Sleman Targetkan 1000 Rumah per Tahun

Photo Author
- Jumat, 25 Juli 2025 | 09:40 WIB
Dialog mengatasi persoalan ketimpangan hunian di Sleman  (Ist)
Dialog mengatasi persoalan ketimpangan hunian di Sleman (Ist)

Krjogja.com - SLEMAN - Masalah kemiskinan struktural dan ketimpangan akses terhadap hunian layak masih menjadi tantangan nyata di Kabupaten Sleman. Ribuan warga diketahui tinggal di rumah tidak layak huni, mulai dari struktur bangunan yang rapuh, sanitasi yang buruk, hingga fungsi dasar rumah yang tidak terpenuhi.

Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman (DPU PKP) menjalankan program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) berbasis bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS). Program ini menyasar warga miskin yang rumahnya mengalami kerusakan ringan, sedang, hingga berat dengan skema bersifat padat karya dan menekankan gotong royong sebagai bentuk partisipasi warga.

Baca Juga: Genjot Ekspor, Sekda Jateng Dorong Percepet Pembangunan Pelabuhan Kendal

"Artinya kalau membangun rumah sendiri, gotong royong bisa menyumbang tenaga sampai 40—50 persen dari proses pembangunan. Itu sangat membantu," ungkap Kepala DPU-PKP Sleman, Mirza Anfansyuri dalam talkshow Srawung Sleman edisi RTLH di chanel YouTube SlemanTV, dikutip Kamis (24/7/2025).

Menurut Mirz, kebutuhan akan perbaikan rumah tak layak di Sleman masih tinggi, dengan jumlah yang telah terverifikasi mencapai lebih dari 7.140 rumah. Setiap tahun, Pemkab Sleman menganggarkan program ini untuk 400 hingga 500 rumah.

Namun, menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Sleman, Shodiqul Qiyar, DPRD mendorong peningkatan anggaran agar target intervensi bisa ditingkatkan menjadi 1.000 rumah per tahun. "Di tahun 2025 kami tambahkan anggaran dari yang semula Rp10 miliar menjadi Rp12 hingga Rp15 miliar. Tambahan ini mencapai 50 persen dari usulan awal," ungkapnya.

Baca Juga: Geledah Sejumlah Ruangan Kominfo Sleman, Kejati Sita Puluhan Dokumen Pengadaan Bandwidth

Komisi C DPRD Sleman juga aktif memastikan program ini tepat sasaran, mulai dari pengawasan lapangan, koordinasi dengan kelurahan, hingga mendorong sinkronisasi data. Hal tersebut diamini anggota Komisi C DPRD Sleman, Ismi Sutarti, yang menegaskan bahwa masalah data keluarga miskin masih menjadi tantangan.

"Banyak warga yang benar-benar miskin tapi tidak memiliki Kartu Keluarga Miskin (KKM), sehingga tidak terdata. Ini yang terus kami kawal agar yang berhak bisa mendapatkan bantuan," lanjutnya.

Ismi juga menyoroti pentingnya pemahaman warga terhadap konsep swadaya. Menurut Ismi, banyak warga mengira harus punya dana tunai sebagai swadaya, padahal bentuk swadaya bisa berupa tenaga kerja dari warga sekitar.

"Kalau tidak dijelaskan, mereka bisa salah jawab saat verifikasi, dan akhirnya gagal menerima bantuan," tambahnya.

Ke depan, DPRD mendorong agar program ini tidak hanya mengandalkan dana daerah, tapi juga kolaborasi dengan stakeholder lain seperti CSR perusahaan, program bedah rumah dari TNI, hingga dana pusat melalui Kementerian PUPR. Dengan sinergi antara legislatif, eksekutif, dan masyarakat, Sleman menargetkan persoalan rumah tidak layak huni bisa diselesaikan dalam waktu lima tahun ke depan. (Fxh)

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X