Krjogja.com - SLEMAN - Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kelompok Kerja (Pokja) P5HAM, sebanyak 12.600 orang dengan disabilitas psikososial (ODDP) masih menjalani masa rehabilitasi dalam kondisi terkurung di panti-panti sosial di berbagai wilayah Indonesia. Beberapa dari mereka bahkan masih ditempatkan dalam ruang isolasi atau di balik jeruji besi.
Hal tersebut disampaikan Eko Harsono, Project Manager Open The Gate PRYAKUM dalam kegiatan webinar ini diselenggarakan Pusat Rehabilitasi YAKKUM melalui project DIGNITY yang didukung oleh Program INKLUSI dan bekerja sama dengan SIGAB Indonesia.
Menurutnya, riset Kesehatan Dasar tahun 2018 mencatat bahwa 1 dari 10 orang mengalami gangguan mental emosional, dan 1 dari 16 orang mengalami depresi. Namun, alih-alih mendapatkan dukungan dan pemulihan yang layak, banyak ODDP justru menghadapi praktik layanan yang melanggar prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
Baca Juga: BP Haji Siap Laksanakan Haji 2026 dan Siapkan Petugas
“Berbicara tentang kondisi panti rehabilitasi di Indonesia, kita perlu paham dulu terkait kondisi kesehatan jiwa di Indonesia,” ujarnya dalam diskusi tematik bertajuk Dari Isolasi Menuju Inklusi: Transformasi Panti Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas Psikososial.
Eko menambahkan, meskipun ada praktik baik yang ditemukan di beberapa panti di Yogyakarta, secara umum masih lebih banyak panti yang belum terbuka dan tidak memberikan layanan yang humanis. Selain itu sebagian besar panti belum memiliki sistem pelayanan yang berbasis consent atau persetujuan dari ODDP sendiri.
Pada kunjungan lapangan ke sejumlah panti di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada Maret hingga Juni 2023, Pokja P5HAM menemukan berbagai pelanggaran serius terhadap hak ODDP. Di antaranya pencabutan status sebagai subjek hukum, pemaksaan masuk RSJ atau panti sosial tanpa persetujuan, perawatan medis dan non-medis yang dipaksakan, tergugatnya hak waris dan tercabutnya hak politik, penetapan perwalian tanpa partisipasi, perampasan kebebasan dan pelanggaran privasi, standar hidup yang tidak layak dan fasilitas yang minim, kekerasan serta perlakuan yang merendahkan martabat.“Temuan ini menegaskan perlunya reformasi mendalam dalam sistem layanan rehabilitasi jiwa di Indonesia,” tandas Eko.
Baca Juga: 'Growth Mind Set' APSI Sleman Dukung Visi Pendidikan Nasional
Selama satu dekade, Panti Yayasan Peduli Kasih Bangsa (YPKB) di Gunungsitoli, Nias telah mendampingi lebih dari 600 Orang dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) melalui berbagai pendekatan, mulai dari terapi medis, psikologis, religius, hingga vokasional.
Kepala Panti, Adek Naswan Hutabarat, menyoroti tantangan reintegrasi sosial karena stigma dan penolakan keluarga. "FSG menjadi ruang berbagi dan dukungan emosional yang krusial untuk proses pemulihan," ujar Adek.
Praktik serupa diterapkan di RPSDM Esti Tomo Wonogiri dan Panti Pamardi Raharjo Banjarnegara. RPSDM Esti Tomo memberikan layanan komprehensif mulai dari asesmen keluarga, pemenuhan kebutuhan dasar, hingga pelatihan keterampilan seperti menjahit, membuat batik ciprat, dan telur asin, sementara Panti Pamardi Raharjo mulai menyediakan ruang terbuka hijau dan kamar mandi khusus perempuan. “Kami juga mendampingi ODDP pasca rehabilitasi dengan kegiatan produktif seperti peternakan kambing,” jelas Irfangi, Koordinator RPSDM. (*3)