Krjogja.com - SLEMAN - Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Pengembangan Budaya Digital menyelenggarakan “Kirana Viramantra”, sebuah perayaan seni multimedia yang memadukan pertunjukan teater, musik, tari, dan video mapping dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 2025.
Acara ini berlangsung di area fasad Monumen Yogya Kembali (Monjali), menghadirkan kolaborasi antara Mantradisi dan Sanggar Seni Sekar Kinanti, dengan pementasan utama bertajuk “Goro-Goro Diponegoro”.
Baca Juga: BNNP DIY Gelar Operasi Pemulihan Kawasan Rawan Narkoba
Nama “Kirana Viramantra” berasal dari bahasa Sanskerta: Kirana berarti cahaya, sedangkan Viramantra berarti pahlawan dan doa. Gabungan keduanya melambangkan semangat melangitkan doa untuk para pahlawan lewat cahaya, menjadikan momentum Hari Pahlawan bukan sekadar peringatan, melainkan pengalaman budaya yang menyentuh dan inspiratif.
Direktur Pengembangan Budaya Digital, Kementerian Kebudayaan, Andi Syamsu Rijal, menyampaikan Kirana Viramantra bukan sekadar tontonan, tetapi wujud penghormatan, melangitkan doa untuk pahlawan melalui cahaya. Melalui kebudayaan yang dijaga nilainya, Monumen Jogja Kembali hadir sebagai ruang pembelajaran dan refleksi tentang hubungan manusia dengan sejarah.
Kirana Viramantra diharapkan menjadi momentum untuk menyalakan kembali nilai-nilai kepahlawanan melalui kekuatan seni, teknologi, dan kolaborasi, sekaligus memperkaya wajah kebudayaan di era digital.
Baca Juga: Jadwal Timnas Indonesia U-23 di FIFA Matchday Bulan November 2025, Hadapi Dua Pertandingan
Lebih lanjut, Andi Syamsu Rijal, mengatakan tugas saat ini bukan membuat masa lalu menjadi museum yang membeku, tetapi memanfaatkan kebudayaan tanpa mencabut nilai luhur di dalamnya agar dapat menyapa generasi baru secara relevan, menyala, dan bermakna.
"Inilah bentuk edukasi kreatif yang membuka pintu bagi publik, terutama generasi muda, untuk melihat bahwa sejarah bukan sesuatu yang jauh dan kaku, tetapi hidup, hangat, dan dapat disentuh melalui seni,"katanya.
Karya “Goro-Goro Diponegoro” merupakan naskah lama yang telah dimodifikasi delapan tahun lalu. Tahun ini, pertunjukan tersebut kembali dihadirkan dalam format drama musikal berbasis Macapat, menafsir ulang semangat perjuangan Pangeran Diponegoro melalui gabungan seni tradisi dan teknologi digital.
Dalam Kirana Viramantra, masyarakat diajak untuk merefleksikan makna kepahlawanan dengan cara baru, melalui kolaborasi, cahaya, dan doa.
Kepala Museum Monumen Yogya Kembali, Yudi Pranowo, menyampaikan apresiasinya atas terselenggaranya rangkaian kegiatan bertajuk Kirana Viramantra.
“Kegiatan ini melibatkan pelaku seni, komunitas kreatif, dan UMKM, sekaligus mendorong museum untuk lebih banyak berkolaborasi dengan berbagai pihak. Museum, selain menjalankan fungsi utamanya sebagai tempat pelestarian sejarah, juga dapat menjadi ruang bagi publik untuk berkegiatan, sehingga semakin dicintai dan melekat di hati masyarakat,” ujarnya.
Sinergi antara museum, seniman, dan komunitas kreatif menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan Kirana Viramantra. Semangat kolaboratif inilah yang juga dirasakan oleh perwakilan mitra, Fayafla, yang menyampaikan dengan adanya Kirana Viramantra yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan dan Monumen Yogya Kembali ini.