Pemanfaatan Teknologi Kesehatan Digital Meningkatkan Deteksi aDini Kasus RD maupun DME

Photo Author
- Jumat, 14 November 2025 | 20:21 WIB
Presiden Direktur Roche Indonesia Sanaa Sayagh  (kiri) usai penandatanganan kerjasama  (Istimewa )
Presiden Direktur Roche Indonesia Sanaa Sayagh (kiri) usai penandatanganan kerjasama (Istimewa )

Lanjut Sanaa, “Kami berharap luaran dari kemitraan ini juga bisa berkontribusi dalam upaya percepatan transformasi kesehatan serta pencapaian target Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025 - 2030.”

Retinopati Diabetik (RD) merupakan penyebab utama gangguan penglihatan di Indonesia. Dua dari lima (43,1%)1 orang dewasa dengan Diabetes Mellitus tipe 2 mengalami kondisi ini. Lebih jauh lagi, data penelitian global menunjukkan bahwa sekitar 29% pasien dengan RD juga mengalami Diabetic Macular Edema (DME)2 – suatu bentuk komplikasi retina lanjutan dari RD yang menyebabkan pembengkakan pada makula dan menjadi salah satu penyebab utama kebutaan akibat diabetes. 

Menyadari besarnya dampak RD, Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan Indonesia Tahun 2025 – 2030 yang baru diluncurkan menetapkan beberapa target kunci untuk mengatasi permasalahan ini. Target mencakup skrining retina pada setidaknya 80% individu dengan diabetes, serta pemberian pengobatan yang tepat kepada minimal 80% individu dengan RD. 

Pemanfaatan teknologi kesehatan digital dan tele-oftalmologi menjadi strategi penting untuk meningkatkan deteksi dini kasus RD maupun DME.

Kemitraan Untuk Menurunkan Beban Kebutaan Akibat Retinopati Diabetik

Prof. dr. Muhammad Bayu Sasongko, M.Epi., Ph.D., Sp.M(K) yang memimpin pelaksanaan kerjasama mengungkapkan tantangan yang perlu menjadi perhatian dalam upaya menurunkan beban RD. 

“Tantangan utama kita ada tiga: jumlah pasien diabetes yang sangat besar, cakupan skrining mata yang sangat rendah—kurang dari 5%, dan distribusi tenaga ahli mata yang tidak merata. Akibatnya, sebagian besar pasien datang dalam kondisi sudah lanjut atau terlambat,” ujar Prof. Bayu.

Ia menjelaskan bahwa kemitraan ini akan fokus pada pengembangan dan implementasi model layanan skrining RD yang terintegrasi serta tatalaksana RD yang komprehensif sesuai dengan standar medis terkini. 

“Tujuan utama kami adalah membangun sistem yang berkelanjutan. Proyek ini akan mencakup beberapa pilar: pertama, Penguatan sistem koordinasi lintas sektor dan kepemimpinan dari pemerintah pusat ke daerah untuk mendukung pencapaian target, kedua peningkatan akses kesehatan mata yang bermutu, memenuhi standar, sesuai kebutuhan pasien dan berorientasi pada target,” jelas Prof. Bayu pada sesi paparannya Jumat siang (14/11).

“Ketiga, penguatan tata kelola sumber daya manusia untuk mendukung peningkatan dan pemerataan akses kesehatan mata yang bermutu, keempat Optimalisasi cakupan dan pembiayaan untuk upaya kesehatan penglihatan yang berpihak pada kebutuhan masyarakat, serta kelima, pengembangan sistem informasi terintegrasi dan pemanfaatan data, hasil riset, dan teknologi kesehatan dalam pencapaian target upaya kesehatan penglihatan,” jelas Prof. Bayu.

 “Melalui model ini, kami menargetkan peningkatan cakupan skrining secara signifikan dan memastikan pasien yang membutuhkan tatalaksana dapat segera mengaksesnya sebelum terjadi kebutaan permanen.”

Aspek lain yang juga ditekankan oleh Prof. Bayu adalah pentingnya memastikan keberlanjutan dari program percontohan tersebut. Oleh sebab itu, salah satu hasil penting yang diharapkan dari kerjasama tersebut adalah tersusunnya bukti ilmiah yang menjadi acuan penyusunan kebijakan serta alokasi sumber daya untuk perluasan dan adopsi program dalam skala lebih luas dan nasional.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB
X