sleman

Keluarga Pasien Pukul Dokter Residen Sardjito, Begini Akhirnya

Senin, 25 Agustus 2025 | 17:10 WIB
Pihak Sardjito saat berikan penjelasan pada media (Harminanto)



Krjogja.com - SLEMAN - Insiden kekerasan terhadap tenaga medis kembali terjadi di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Seorang dokter residen menjadi korban pemukulan oleh keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut dan meninggal dunia.

Peristiwa ini terjadi pada Sabtu dinihari 23 Agustus 2025 di MHCU Unit Gawat Darurat RSUP Dr Sardjito. Hal tersebut terjadi tepat setelah pasien perempuan yang juga ibu pelaku kekerasan meninggal dunia.

Baca Juga: Kereta Petani-Pedagang Bisakah Dongkrak Ekonomi Desa?

Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito, Banu Hermawan, mengatakan pasien tersebut dirujuk dari Rumah Sakit Suroyo Magelang dalam kondisi yang sudah sangat kritis. Pasien sempat mengalami henti jantung di rumah sakit sebelumnya dan diduga mengalami perdarahan lambung yang cukup parah.

Ketika tiba di Sardjito, pasien langsung mendapat perawatan intensif di ICU sejak 22 Agustus malam hingga 23 Agustus dinihari. Meski berbagai upaya penanganan, termasuk pengawasan ketat dari dokter spesialis anestesi, dilakukan secara maksimal, nyawa pasien tidak tertolong dan meninggal dunia pada Sabtu dinihari.

"Pasien datang dengan kondisi sudah sangat buruk. Kami melakukan penanganan penuh sesuai prosedur, termasuk melakukan resusitasi jantung paru (RJP) yang cukup lama, namun sayangnya pasien tidak dapat diselamatkan," ungkap Banu, Senin (25/8/2025).

Baca Juga: Usia Minimal Berangkat Haji Kini Jadi 13 Tahun

Namun sayang, suasana duka dan ketegangan tersebut berujung pada insiden tidak terpuji. Seorang dokter residen laki-laki yang sedang bertugas menjadi korban pemukulan oleh keluarga pasien.

Meski tindakan kekerasan tersebut tidak menyebabkan luka fisik, RSUP Dr Sardjito menegaskan bahwa tindakan kekerasan fisik terhadap tenaga medis merupakan hal yang tidak dapat ditoleransi. Pihak rumah sakit menyayangkan peristiwa tersebut dan berkomitmen melindungi nakes.

"Kami sangat menyesalkan kejadian ini. Kekerasan, apalagi yang menyasar tenaga kesehatan, adalah tindakan yang kami tindak secara tegas. Tenaga kesehatan kami harus mendapat perlindungan penuh dalam melaksanakan tugasnya,"  tambah Banu.

Lebih lanjut Banu menjelaskan, yang melakukan pemukulan tersebut bukan tenaga kesehatan (nakes) yang juga anak pasien, melainkan salah satu anggota keluarga lainnya yang emosional. Keluarga pasien datang dengan tiga anggota keluarga yang merupakan kakak beradik di mana salah seorang dari mereka adalah nakes dari wilayah lain, bukan dari RSUP Dr Sardjito.

Pada saat kejadian, keluarga pasien tersebut sempat mengaku sebagai keluarga Direktur RSUP Dr Sardjito. Namun klaim ini sudah diluruskan pihak rumah sakit karena tidak benar dan tidak ada sangkut pautnya dengan pimpinan Sardjito tersebut.

"Ini adalah ekspresi spontan akibat ketidakmampuan menerima kondisi pasien yang memburuk, tapi kami tegaskan kekerasan tidak dibenarkan. Tenaga medis kami terdiri dari dua dokter residen yang bertugas, satu laki-laki dan satu perempuan. Yang terkena kontak fisik adalah dokter residen anestesi laki-laki tersebut. Ini terjadi pada nakes yang sebelumnya melakukan RJP pada pasien," tandas Banu.

Sebagai langkah penyelesaian, pihak rumah sakit langsung mengambil tindakan cepat dengan melakukan proses hukum, yang akhirnya disepakati dalam bentuk mediasi antara tenaga medis dan keluarga pasien. Mediasi tersebut keinginan dari nakes terkena pemukulan dan diketahui berjalan intensif serta akhirnya mencapai titik temu dan berakhir damai.

"Pada tanggal 25 Agustus 2025, keluarga pasien secara resmi menyampaikan permohonan maaf atas tindakan kekerasan yang terjadi kepada seluruh petugas medis di RSUP Dr Sardjito. Kami menghargai sikap terbuka dan itikad baik keluarga pasien untuk meminta maaf, di sisi lain dokter kami juga memaafkan sehingga akhirnya berakhir damai," jelas Banu.

Pihak RSUP Dr Sardjito menegaskan kembali komitmennya dalam memberikan perlindungan penuh kepada tenaga kesehatan dan menolak segala bentuk intimidasi. Selain itu, rumah sakit juga menyiapkan pendampingan bagi residen yang menjadi korban dan membuka ruang komunikasi untuk menyelesaikan kasus ini tanpa harus menempuh jalur hukum pidana.

"Kami akan terus mempercepat proses penanganan jika terjadi bullying atau kekerasan fisik terhadap tenaga medis, termasuk menindak tegas pelakunya jika diperlukan. Namun, dalam kasus ini kami memilih penyelesaian damai lewat mediasi," tegas Banu.

Insiden ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat agar selalu menghargai dan mendukung perjuangan tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan, terutama pada masa-masa kritis pasien. RSUP Dr Sardjito juga mengimbau kepada seluruh keluarga pasien untuk menjaga komunikasi yang baik dan menghindari tindakan kekerasan agar situasi di rumah sakit tetap kondusif. (Fxh)

Tags

Terkini

Kampus Berdampak, Memperkuat Kontribusi Kemanusiaan

Jumat, 19 Desember 2025 | 15:57 WIB

Sudarsono KH, Salah Satu Pendiri PSS Tutup Usia

Kamis, 18 Desember 2025 | 13:15 WIB