SLEMAN, KRjogja.com - Kabupaten Sleman jadi salah satu penyokong ketahanan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan data dari Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman, pada kuartal pertama 2025, produksi beras Sleman masih surplus di angka 21 ribu ton.
Selama ini, petani Sleman memiliki caranya sendiri dalam memproduksi beras hingga memasarkannya. Ada yang mulai dari tebar benih hingga penjualan dilakukan secara mandiri. Ada juga yang dikelola melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).
Gapoktan adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha di bidang pertanian. Di Kabupaten Sleman, salah satu Gapoktan yang produksinya lumayan besar adalah Gapoktan Sidomulyo yang berada di Kapanewon Godean Sleman.
“Gapoktan Sidomulyo ini mampu mencukupi produksi beras dibagi 28 persen warga di Kabupaten Sleman. Ini tentu capaian yang luar bisa. Jika di Kabupaten Sleman memiliki 3-4 Gapoktan seperti Sidomulyo ini, pasti akan lebih bagus,” kata Wakil Ketua Komisi C DPRD Sleman Shodiqul Qiyar saat mengunjungi Gapoktan Sidomulyo Godean.
Keberhasilan dari Gapoktan Sidomulyo ini jadi bukti nyata keberhasilan lembaga eksekutif dan legislatif. Apalagi Gapoktan Sidomulyo juga telah mendapatkan bantuan alat penggilingan padi dan ini sangat efektif.
Hal yang patut membanggakan, adalah beras produksi Gapoktan Sidomulyo ini sudah berlabel Standar Nasional Indonesia (SNI). Artinya aman dikonsumsi.
“Bagi warga masyarakat Kabupaten Sleman, silahkan datang untuk membeli beras di sini,” ungkap anggota legislatif dari Dapil 6 yakni Godean, Seyegan, Moyudan dan Minggir ini.
Selama ini Beras Sleman juga sudah dimanfaatkan oleh para Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan pemerintahan. Nantinya juga akan disarankan kepada seluruh wakil rakyat yang duduk di kursi DPRD Sleman.
Selain itu, Beras Sleman ini juga sudah masuk ke supermarket. Tidak hanya di Kabupaten Sleman saja. Tapi juga Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Gunungkidul dan Kulonprogo. Artinya sudah sampai ke seluruh warga di DIY. Jika sudah masuk ke supermarket, juga tidak terbatas warga DIY saja yang telah mengkonsumsi.
Hal yang jadi daya tarik dari Beras Sleman ini adalah harganya yang lebih terjangkau dibandingkan ketiak membeli ke toko. “Kalau ada 3-4 Gapoktan seperti ini di Kabupaten Sleman, tentu kita tidak terbatas mewujudkan ketahanan pangan saja. Tapi surplus dan daulat pangan,” tegas politisi dari Partai Gerindra tersebut.
Ketika berdialog dengan Gapoktan Sidomulyo, masih ada kendala di proses packing. Dimana alatnya masih manual. Jika ada bantuan untuk proses packing tentu bisa mempercepat kinerja. Hal itu akan disampaikan dalam aspirasi DPRD Sleman tahun depan.
Salah satu tantangan dalam ketahanan pangan di Kabupaten Sleman adalah masifnya alih fungsi lahan. Meski tidak dapat dipungkiri, jika infrastruktur yang baik juga pasti akan berdampak positif pada perekonomian. Misalnya pembangunan untuk irigasi pertanian.
Di Kabupaten Sleman sudah ditetapkan lahan pertanian pangan berkelanjutan itu di angka 17 ribu hektare. Meski pihaknya yakin, kalau angkanya di bawah itu. “<I>Real<P>-nya masih di angka 12 ribu hektare. Ini juga jadi keprihatinan kita bersama. Untuk itu, kita akan berdiskusi dengan pihak terkait. Bagaimana untuk menjaga komitmen agar lahan pangan berkelanjutan ini tidak terus berkurang,” jelasnya.
Di satu sisi, pihaknya juga masih bisa optimis kalau produksi beras di Kabupaten Sleman masih akan surplus. Salah satunya dengan turunnya harga pupuk bersubsidi. Dari Rp 2.200 per kilogram sekarang turun jadi Rp 1.800 per kilogram.
Selain itu, petani juga semakin mudah untuk mengakses pupuk bersubsidi. Kartu Tani tidak lagi wajib ditunjukkan saat mau membeli pupuk bersubsidi. Melainkan cukup menggunakan KTP.