TRAVEL berisi 13 orang relawan Kagama Care Batch 3 untuk bencana Lombok berangkat dari Yogyakarta menuju Surabaya, Senin (17/10/2018) sekitar pukul 23.00 WIB. Fernando Galang Rahmadana (19) atau Nando, sapaan akrabnya sudah mempersiapkan dua hal sangat penting yakni mental dan logistik yang banyak dalam tas ranselnya. Ia yakin betul, kemampuan bertahan hidupnya akan lebih diuji di tempat yang habis tertimpa gempa 7,0 SR ini ketimbang di gunung-gunung dimana pernah ia daki.
Setelah kurang lebih 6 jam perjalanan, sampailah mereka di Surabaya. Di Kota Pahlawan ini, Nando dan teman-temannya singgah cukup lama. Pukul 1 siang mereka baru menyeberang ke Nusa Tenggara Barat. Butuh 20 jam untuk kapal sampai dan tiba di Pelabuhan Lembar NTB, pukul 11 siang, beristirahat sejenak di Posko Kagama Care Mataram  kemudian lanjut ke desa tujuan 3 jam setelahnya.
Dari pelabuhan, Lombok Barat, semuanya masih biasa saja. Namun, ketika memasuki kawasan Lombok Utara, pemandangan miris pun menghampiri kedua bola matanya. Hancur, hancur semua, hampir rata dengan tanah. Tanpa sadar air mata menggenangi pelupuk mata mahasiswa Sosiologi UGM semester 3 ini.
Sesampainya di desa tujuan, Desa Gumantar mereka disambut dengan sorak sorai anak-anak kegirangan. Seolah berkata, “Hore teman baru!â€. Tidak tersirat kesedihan, mereka ceria seakan semuanya baik-baik saja.
Desa ini terletak di Lombok Utara, dengan kondisi tanah menanjak dan letaknya di paling atas dari desa-desa lainnya. Menurut cerita salah satu pemuda setempat, kata Nando, saat terjadinya gempa semua orang berhamburan ke jalan.
“Yang kacau tuh pas awal-awal sih, diceritain sama salah satu pemuda di situ yang kuliah di Mataram. Habis gempa 7,0 SR itu, pas dia balik ke Gumantar itu bener-bener rumah hancur semua. Di pinggir jalan semua warga itu cuma diam merenung, duduk gini,†tuturnya sambil mempraktekkan posisi bertopang dagu.
Namun sekarang, mereka sudah bangkit lagi. Mereka sudah kembali ke reruntuhan rumah masing-masing dan mendirikan tenda di sana, tidak lagi tidur di posko, Perekonomian pun mulai jalan. Satu hal yang sangat mengesankan bagi Nando adalah masyarakat di sini sangat kuat dan tabah. Mereka senang berkelakar dan tertawa, meski berada dalam berbagai kesusahan.
Di sini, Nando dan tim yang terdiri dari 8 laki-laki dan 5 perempuan ini bertugas sebagai tim pendukung yang banyak membantu perbaikan insfrastruktur seperti tempat Mandi Cuci Kakus (MCK). Mereka juga membawa 3 program lain yakni Taman Pembelajaran Al-Quran (TPA) untuk anak-anak, English for Tourism dan Kelompok Wanita Tani yang memberdayakan perempuan melalui olahan produk hasil kebun, seperti singkong, pisang dan mete. "Selain itu tim kami juga dapat tugas tambahan untuk survei tempat yang berpotensi menjadi obyek wisata ," kata Nando.