"Hutang dilakukan bangsa ini karena kondisi sedang terdesak dan Indonesia ingin membangun. Akan tetapi bangsa ini sedang tidak punya modal. Kita harus hutang demi kemajuan bangsa. Tapi kita selalu hitung hati-hati agar hutang tersebut tetap tidak membebani dan bisa dibayar kemudian hari," ungkapnya.
Rochmat pun menunjukkan data-data dan hasil analisa yang disusunnya dalam makalah yang akan diserahkan ke Presiden Soeharto pada kegiatan tersebut untuk mendukung argumentasinya. Dalam penyusunan makalah tersebut, Rochmat harus rela bolak-balik ke Bappeda untuk melengkapi data penelitian.
Seringkali Rochmat harus menerima ejekan dari teman temannya dan pesaingnya karena ketekunan dan posisinya tersebut. "Saya biarkan saja. Itu jadi pegangan saya bagaimana walau saya mahasiswa tapi dapat berbuat sesuatu bagi bangsa."
Pada saat hari H, 22 September 1982, seluruh rektor universitas negeri se Indonesia dan empat perwakilan mahasiswa yang ditunjuk telah berkumpul di istana. Tiba-tiba saja, Rochmat ditunjuk sebagai perwakilan satu-satunya yang menyerahkan hasil penelitian sumbangan pemikiran mahasiswa secara simbolik kepada Soeharto. "Tiba-tiba saja saya diberitahu. Padahal teman saya dari unpad itu ada yang berambisi sekali." Kenangnya.
Pada Mei 1983, hampir setahun pasca Rochmat menjadi perwakilan mahasiswa di Istana Negara, Rochmat meraih gelar sarjana strata 1 dengan prestasi yang memuaskan. Pasca kelulusan inilah Rochmat harus mengalami kegundahan yang jauh lebih besar dari yang pernah dirasakan sebelumnya.
Dirinya bimbang dengan pilihan apakah harus mengajar sebagai dosen, bersekolah kembali, atau mempersunting Anna Royana, temannya sejak PGA 4 tahun Jombang yang tiba-tiba bertemu kembali dengan Rochmat saat reuni dan telah menjalin hubungan yang cukup dekat. (Ilham Dary Athallah)
Baca Juga : Kisah Masa Kecil Rektor UNY yang Orang Tak Banyak Tahu