MEMBICARAKAN startup di Yogyakarta gaungnya sebenarnya sudah ada sejak tahun 2010. Sempat populer, namun kemudian meredup, lebih disebabkan masih kurangnya pemahaman tentang startup atau perusahaan rintisan digital.
"Tahun 2010-an ada Komunitas Bancakan 2.0, yang merupakan komunitas startup di Yogyakarta. Komunitas tersebut bertujuan startup saling dukung, terutama bagaimana menciptakan ekosistem startup bersama ekosistem yang lain seperti media, investor dan lainnya," kata Guntur Sarwohadi, Head Mentor Innovative Academy dalam perbincangan sore bersama KRjogja.com belum lama ini.
Ekosistem startup waktu itu menurut Guntur sudah cukup ramai. Koneksi dengan sesama komunitas startup di kota-kota lain seperti Jakarta, Malang juga terjalin erat. Sayang, gaung startup mulai memudar saat mulai banyaknya investor melirik Yogyakarta.
"Saya melihat karena banyaknya startup baru yang salah persepsi. Mereka menilai tujuan akhir dari membuat startup adalah mendapatkan investor. Padahal sebagai sebuah startup harus melewati langkah-langkah penting seperti mevalidasi produk mereka, memastikan apakah ada user atau konsumen yang menggunakan produk mereka," kata Guntur.
Tahun 2014, Universitas Gadjah Mada (UGM) berkolaborasi dengan Kibar Innovative Academy dalam hal program inkubasi atau pendampingan kepada startup baru selama 3 bulan. Salahsatu penekanan yang diberikan oleh Kibar adalah startup menjadi alternatif bagi siapapun yang ingin menjadi entrepreneur. Peluang untuk menjadi entrepreneur sangat terbuka melalui startup dengan catatan dilakukan dengan cara yang benar.
"Syarat menjadi entrepreneur startup diawali dengan mencari solusi dari masalah, kedua kalau bisa memberikan efek sosial," kata Guntur. Syarat tersebut sesuai dengan visi UGM yang ingin menghasilkan mahasiswa social entreprenur. Langkah selanjutnya yang dilakukan kemudian membuat inkubator bisnis di UGM khusus untuk startup.
Mentoring sangat penting untuk menyiapkan startup siap untuk langkah selanjutnya.