JIKA ada satu hal yang harus disyukuri dari UGM, Menteri Sekretaris Negara dan juga Mantan Rektor UGM Prof Pratikno mengungapkan bahwa hal tersebut adalah keberagaman yang terhadir di UGM. Keberagaman yang ada di kampus Bulaksumur semenjak ia berkuliah, membuka cakrawalanya atas betapa beragam dan indahnya Indonesia.
“Karena di UGM ini, dari Sabang sampai Merauke ada. Anak bangsa dari seluruh Indonesia berkumpul di UGM, di Yogyakarta,†kenang Pratikno di sela-sela gelaran Nitilaku, Minggu (17/12/2017).
Hal tersebut bermula ditengah pengalaman Pratikno kecil sebelum menjadi mahasiswa UGM, yang tinggal di Desa Dolokgede, Bojonegoro, Jawa Timur. Desa tersebut terletak 40 kilometer dari Kota Bojonegoro, dan selama masa kecilnya belum teraliri dengan listrik.
“Jadi saat itu saya hanya mengenal kehidupan kampung. Belum terbuka (wawasan saya),†ungkap Pratikno
Berawal dari kecerdasannya selama sekolah, ia akhirnya iseng mengikuti tes masuk UGM ketika lulus SMA pada tahun 1980. Ternyata, diterimalah ia di Jurusan Ilmu Pemerintah FISIPOL UGM. Sejak saat itu, mulailah ia berkuliah dan belajar dengan tekun.
Perjuangannya kemudian terbayar tuntas ketika didapuk sebagai lulusan terbaik di tahun 1985 se-fakultas ISIPOL. Dengan lulusan terbaik kedua dipegang oleh Dr. Siti Muti’ah Setiawati, yang kini menjadi Dosen HI UGM. Dan lulusan terbaik ketiga digondol oleh Retno Marsudi, kini menjabat sebagai Menteri Luar Negeri.
“Itu benar-benar iseng dan tak merencanakan (masuk UGM). Saya kan anak desa. Pingin belajar terus. Universitas yang kami kenal dan memang terkenal, ya hanya UGM,†kenang Pratikno
Semasa Pratikno berkuliah di UGM, ia mendapati teman dengan beragam sosok dengan latar belakang yang berbeda. Keberagaman itu menjelma dalam etnisitas, yang terdiri atas beragam suku dari penjuru negeri. Dan juga dalam bentuk status sosial, ditengah banyaknya mahasiswa UGM yang terlahir kaya maupun hidup dalam keterbatasan.