Krjogja.com - YOGYA - Kota Yogyakarta menghadapi pembatasan pembuangan sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan. Mulai September 2025, TPA hanya menerima 600 ton per bulan, sementara produksi sampah di Kota Yogyakarta mencapai 300 ton per hari.
Walikota Yogyakarta Hasto Wardoyo mengatakan, kondisi tersebut menimbulkan penumpukan sampah di depo-depo wilayah Kota Yogyakarta. "Ada penumpukan di depo karena per September, kota hanya dijatah 600 ton per bulan, sementara produksi sampah setiap hari mencapai 300 ton," ungkapnya di Kepatihan, Selasa (16/9/2025).
Baca Juga: Mengenal lebih dekat serangga, pilar penting dalam ekosistem demi ciptakan keseimbangan alam
Hasto menegaskan, sisa makanan rumah tangga yakni sampah organik harus dipisahkan agar tidak seluruhnya masuk depo. Pemkot Yogyakarta akan membagikan ember khusus ke warga untuk mengumpulkan sampah organik dan nantinya dimanfaatkan pada hal lainnya.
"Kami akan membagikan ember ke warga, kemudian sampah organik itu akan dikoleksi petugas. Jadi, tidak dibawa ke depo karena sisa makanan bisa dimanfaatkan, misalnya untuk pakan ternak atau budi daya maggot," sambung Hasto.
Setiap gerobak pengangkut kini juga akan dilengkapi dua ember berkapasitas 25 kilogram. Selain itu, Pemkot Yogyakarta juga menambah 600 unit gerobak baru untuk memperkuat sistem pengumpulan.
Baca Juga: Kilang Pertamina Selamatkan Identitas Sungai Musi dengan Melestarikan Ikan Belida
"Penggerobak yang ada sekarang jumlahnya 1.200 unit. Masing-masing kami lengkapi dengan dua ember. Supaya sampah organik basah masuk ember, tidak tercampur dengan sampah lain," tandas Hasto.
Sampah organik sendiri di Kota Yogyakarta mencapai 125 ton setiap harinya. Rumah makan hingga rumah tangga di Kota Yogyakarta menyumbang sampah-sampah tersebut.
"Hari ini saja, sisa makanan dapur dari Kota Yogyakarta bisa mencapai 100–125 ton per hari. Itu berasal dari rumah tangga, angkringan, hingga rumah makan," lanjut Hasto.
Skema penanganan tersebut akan melibatkan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD). Satu Dinas dimintanya mengampu satu kelurahan di Kota Yogyakarta.
"Saya tetapkan skema 1 OPD untuk 1 kelurahan. Jadi, semua kelurahan ada dinas yang mengampu. Dalam keadaan darurat, semua dinas jadi dinas sampah dulu untuk mengurusi persoalan ini. Kami berusaha keras supaya sisa makanan dapur tidak dibawa ke depo. Dalam kondisi darurat ini, kita butuh exit strategi," pungkasnya. (Fxh)