Dorong Pelayanan Pertanahan di DIY Lancar, GJL: Perpanjangan HGB Masih Terkendala Non Teknis

Photo Author
- Jumat, 19 September 2025 | 19:45 WIB
Riyanta (Juvin)
Riyanta (Juvin)

Krjogja.com. YOGYA - Proses Perpanjangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah DIY dengan melihat asal-usul tanah tersebut. Bila memang tanah tersebut berasal dari Sultan Ground (SG) atau Pakualaman Ground (PG) dengan bukti-bukti kuat maka harus dikembalikan pada kebijakan SG-PG (Kraton dan Kadipaten) untuk izin perpanjangan HGB.

Namun bila asal-usulnya bukan tanah SG-PG maka Badan Pertanahan Nasional (BPN) wajib segera menerbitkan perpanjangan HGB.

"Bahkan memungkinkan untuk menaikkan status tanah menjadi Hak Milik (HM) sesuai UUPA," ungkap Ketua ormas Gerakan Jalan Lurus (GJL) Riyanta, Kamis (18/9) di sela kunjungan silaturahmi/audiensi ke Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) DIY yang baru, H Sepyo Achanto SH MH dilanjutkan ke Kepala Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta Anna Prihaniawati APtnh MHum QRMP.

Sepyo Achanto (Juvin)

Dikatakan status keistimewaan DIY (UUK 13/2012) membawa konsekuensi teknis dalam urusan pertanahan. BPN berkoordinasi dengan Pemda DIY dalam perpanjangan HGB sesuai aturan, undang-undang yang ada.

"Secara normatif inovasi layanan yang dilakukan Kanwil BPN DIY dan Kantor BPN Kota Yogya sudah cukup bagus.

"Hanya saja masih ada kendala teknis dengan adanya status "Istimewa" Yogya dalam hal pertanahan dengan adanya perbedaan tafsir antara masyarakat, SG-PG (Pemda), dan BPN," ungkap mantan anggota DPR RI 2019-2024 dari PDI Perjuangan ini.

Pernah menjadi anggota Komisi 2 DPR RI yang mitra kerjanya Kementerian ATR/BPN, Riyanta menyatakan perbedaan tafsir tersebut harus disamakan terlebih dulu jadi satu tafsir mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang benar sesuai UUD 1945.

Anna Prihaniawati (Juvin)

"Jangan sampai tafsir berlandaskan kepentingan pihak tertentu. Apalagi dalam kondisi masyarakat saat ini yang semakin kritis maka koordinasi dan kolaborasi menjadi kunci penting dalam merumuskan kebijakan yang tepat untuk menghindari potensi permasalahan di kemudian hari," ucap Riyanta yang telah kembali ke profesinya sebagai advokat ini.

Riyanta menyebutkan status tanah di DIY pasca Kemerdekaan RI dengan Amanat 5 September 1945 menyatakan bergabung dengan NKRI dan ditetapkan sebagai Daerah Istimewa dengan UU 3 Tahun 1950 disusul Perda DIY No 5/1954 tentang Hak Atas Tanah di DIY.

"Warga bisa mendapatkan Hak Milik, tidak semuanya milik Kasultanan atau Kadipaten," paparnya.

Kemudian berlaku UU Pokok-pokok Agraria (UUPA) menghapus tanah swapraja beralih kepada tanah negara, disusul Perda Gubernur 3/1984 dan Kepres 33/1984'yang memberlakukan UUPA secara penuh di DIY.

"Maka ketentuan mengena/konversi hak asing (antara lain; hak eigendom (RvE), hak erfpacht, hak opstal (RvO), serta hak gebruik) juga berlaku sepenuhnya. Per 24 September 1980 tanah bekas hak barat yang tidak dikonversi menjadi tanah negara," tegas Riyanta.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

X