yogyakarta

Kebebasan Akademik sebagai Amanah Publik

Kamis, 18 September 2025 | 19:15 WIB
JOGJA - Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Kalijaga, bersama Prodi Sosiologi FISHUM UIN Sunan Kalijaga dan The Indonesian Institute (TII), m (istimewa)


Krjogja.com - JOGJA - Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial (IKS) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Sunan Kalijaga, bersama Prodi Sosiologi FISHUM UIN Sunan Kalijaga dan The Indonesian Institute (TII), mengadakan kuliah kolaboratif bertema “Melindungi Kebebasan Akademik: Dari Peta Pelanggaran ke Aksi Kebijakan” pada Rabu, 17 September 2025.

Acara ini menghadirkan tiga pembicara utama: Prof. Dr. Arif Maftuhin (Dekan FDK sekaligus Guru Besar UIN Sunan Kalijaga), Adinda Tenriangke Muchtar, Ph.D (Direktur Eksekutif TII), serta Ahmad Uzair Fauzan, Ph.D (Dosen Sosiologi UIN Sunan Kalijaga).

Apresiasi Kolaborasi

Ketua Prodi IKS, Muhammad Izzul Haq, Ph.D, dalam sambutannya menekankan pentingnya forum lintas disiplin ini. Ia menyebut, kegiatan semacam ini bukan sekadar ruang akademik, melainkan juga bentuk keterlibatan nyata kampus dalam advokasi kebijakan publik.
“Kami berharap hasil kajian ini dapat memperkuat perlindungan kebebasan akademik di Indonesia sekaligus menjadi rujukan dalam regulasi maupun praktik akademik,” ujarnya.

Kebebasan Akademik sebagai Amanah Publik

Sebagai keynote speaker, Prof. Dr. Arif Maftuhin menegaskan bahwa kebebasan akademik merupakan amanah publik. Menurutnya, kebebasan itu bukan hanya milik dosen atau mahasiswa, melainkan harus dijaga demi lahirnya ilmu pengetahuan yang berintegritas.
“Kampus harus menjadi ruang aman untuk berpikir kritis sekaligus melahirkan kontribusi nyata bagi demokrasi dan kebijakan publik,” tegasnya.

Baca Juga: Pilot Project di RS Roemani Semarang, Bank Muamalat Luncurkan SRIA Sosial Pertama di Indonesia

Potret Pelanggaran dan Rekomendasi TII

Adinda Tenriangke Muchtar, Ph.D, memaparkan hasil riset TII yang mencatat 86 kasus pelanggaran kebebasan akademik di Indonesia sepanjang 2019–Juli 2025. Pelanggaran tersebut mencakup represi fisik, sanksi hukum, pembubaran kegiatan, hingga pembatasan ekspresi.
Menurutnya, meski kerangka hukum sudah tersedia, penegakan masih lemah dan seringkali justru dilakukan oleh pihak yang seharusnya melindungi.
TII merekomendasikan sejumlah langkah, mulai dari penyusunan regulasi khusus, SOP darurat di kampus, peningkatan kapasitas aparat hukum, hingga revisi pasal multitafsir dalam UU ITE dan KUHP.

Pilar Independen Kampus

Sementara itu, Ahmad Uzair Fauzan, Ph.D, menegaskan bahwa kebebasan akademik adalah fondasi independensi kampus. Ia mengingatkan, kebebasan itu tidak berarti tanpa batas.

“Kebebasan akademik harus tetap menghormati martabat orang lain. Ada kompromi terbatas yang diperlukan, misalnya untuk melindungi hak hidup dan mencegah kekerasan,” jelasnya.

Menurutnya, kampus dengan budaya independen akan menumbuhkan akuntabilitas, daya kritis, dan demokrasi deliberatif. Sebaliknya, budaya konformitas hanya melemahkan peran akademisi.

Baca Juga: 5 Makna Dibalik Ritual 'Sembogo' yang Menghantui Film Perempuan Pembawa Sial

Antusiasme dan Komitmen Bersama

Halaman:

Terkini