Setnov dan Golkar

Photo Author
- Rabu, 22 November 2017 | 20:15 WIB

CERITA tentang Setya Novanto (setnov) memang dramatis. Sejak mencuatnya kasus ‘papa minta saham’ sampai kasus e-KTP, Setnov menjadi bintang utama. Sempat lolos, dinyatakan tidak bersalah dalam peristiwa terbongkarnya rekaman konspirasi permintaan saham Freeport. Kasus itu mereda. Kembali lagi dalam babak awal kasus korupsi e-KTP dimana Setnov ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Melalui upaya praperadilan, Setnov akhirnya menang.

Babak berikutnya KPK terus memburu dan menetapkan kembali Setnov sebagai tersangka, tetapi Setnov tidak bergeming. Berulangkali dipanggil KPK, mangkir. Upaya KPK menjemput paksa di kediamannya juga gagal, karena Setnov tidak ada di rumah. Ia memang licin sulit ditangkap. Jika dimetaforakan ibarat ‘belut kecemplung oli’.

Tetapi semua ‘berakhir’ (sementara) di tiang listrik pinggir jalan yang membawanya ke rumah sakit. Beragam spekulasi bermunculan. Ini karena kehebatan dan cerdik bersiasat, atau memang wagu dalam membuat skenario. Apa pun itu, Setnov harus tunduk pada proses hukum dan, akhirnya berhasil ditahan KPK. Tentu drama ini belum tentu cepat berakhir, masih ada babak lanjutan. Apakah Setnov akan mengajukan praperadilan lagi sampai berulang-ulang? Ataukah perlawanan melalui proses peradilan lanjutan. Atau jangan-jangan ada manuver lain? Kita lihat saja.

Hanya saja, Golkar, partai yang dipimpinnya -- kini lagi suasana panas, meski cuaca alam musim hujan. Ketegangan dan tarik menarik faksi terjadi. Targetnya, satu pihak mempertahankan Setnov di posisi Ketua Umum Golkar dengan dukungan para loyalis yang selama ini berjibaku menjadi blok politiknya. Logis! Karena secara ekonomi politik, kemungkinan pemegang saham besar yang menyuplai modal pendanaan Golkar adalah Setnov. Masuk akal jika blok oligarki ini yang merasa memiliki Golkar dan penentu keputusan parpol.

Namun begitu, tidak bisa dipungkiri banyak pihak internal Golkar menghendaki terjadi penggantian jabatan orang nomor satu di partai warisan Orde Baru ini. Konon beberapa DPD menghendaki untuk munas luar biasa (munaslub). Apakah akan berujung terbelah kembali, ataukah kompromi kita lihat prosesnya.

Tantangan ini memang berat bagi Golkar. Sebentar lagi, selama tahun 2018 harus memasuki musim pilkada dimana sikap dan kerja politik Golkar diperlukan sebagai investasi kekuasaan. Begitupun, waktu satu tahun terlalu mepet bagi Golkar dalam persiapan memasuki babak pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) yang dilakukan secara serentak nasional pada tahun 2019. Jika internal tidak terbangun konsolidasi yang solid, terlebih keretakan ini berlarutlarut, maka bisa diprediksikan Golkar akan mengalami kemerosotan perolehan suara. Waktu akan dihabiskan mengikuti prosesproses politik kasus hukum para elite pengurusnya. Sehingga jaringan struktur partai ke bawah, termasuk organ-organ sayap partai terbengkelai atau akan kedodoran. Bukan mustahil Golkar bisa karam ditelan dirinya sendiri.

Dalam situasi semacam ini, parpol-parpol lain, sebagai bagian dari kompetitor dalam pemilu kelak, kemungkinan justru tersenyum dan siap-siap memasang ceruk menerima limpahan pemilih. Bahkan limpahan kader.

Sebagaimana diketahui, sepanjang era reformasi, Golkar mengalami perpecahan berulang kali. Hampir setiap munas, baik langsung maupun tidak, selalu muncul parpolparpol baru yang dimotori para alumni Golkar. Sebutlah PKPI, Hanura, Gerindra, NasDem, dan sejenisnya. Ini pertanda apa? Sekalipun Akbar Tanjung pernah diklaim sebagai tokoh yang berhasil menyelamatkan Golkar dari tekanan politik awal reformasi, namun sebagai parpol ternyata Golkar gagal beradaptasi dengan reformasi, termasuk ketuanya pada saat itu seperti JK, dan Abu Rizal Bakri. Salah satu penyebabnya adalah beban sejarah masa lalu (Orde Baru) telah menjadi perangkap Golkar.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mudik Virtual

Jumat, 22 Mei 2020 | 11:56 WIB

Pasar Rakyat

Senin, 18 Mei 2020 | 01:52 WIB

Digitalisasi Buku

Sabtu, 16 Mei 2020 | 05:12 WIB

Akhir Pandemi

Jumat, 15 Mei 2020 | 04:44 WIB

Kerja Sama

Kamis, 14 Mei 2020 | 08:24 WIB

BST dan Pandemi

Rabu, 13 Mei 2020 | 02:30 WIB

Era New Normal

Selasa, 12 Mei 2020 | 09:56 WIB

Daya Tahan PTS

Senin, 11 Mei 2020 | 08:20 WIB

Pandeminomics

Sabtu, 9 Mei 2020 | 09:41 WIB

Ruang Sosial

Jumat, 8 Mei 2020 | 07:28 WIB

Didi Adalah Kita

Rabu, 6 Mei 2020 | 06:00 WIB

Kembalinya Pendidikan Keluarga

Selasa, 5 Mei 2020 | 07:24 WIB

Disrupsi Pangan

Senin, 4 Mei 2020 | 05:24 WIB

Belajar dari Covid-19

Sabtu, 2 Mei 2020 | 09:25 WIB

Menyelamatkan UMKM

Kamis, 30 April 2020 | 02:12 WIB

'Virus Sosial'

Rabu, 29 April 2020 | 08:00 WIB

Kampung Istimewa

Selasa, 28 April 2020 | 01:27 WIB

Sanksi PSBB

Senin, 27 April 2020 | 06:45 WIB

'Password Stuffing'

Sabtu, 25 April 2020 | 11:07 WIB

THR Bagi PNS

Jumat, 24 April 2020 | 05:47 WIB
X