Strukturalis Pertanian

Photo Author
- Jumat, 3 November 2017 | 22:47 WIB

AWAL delapanpuluhan Lance Taylor gigih mancaci habis pendekatan pembangunan ekonomi negara berkembang, less developed countries (LDCs), dengan model pembangunan yang seringkali menyesatkan, karena generalisasi teorisasi makro negara maju. Celakanya para perencana pembangunan LDCs memang lulusan negara maju, developed countries (DCs). Menyesatkan, tetapi itulah fatwa para perencana pembangunan nasional.

Alasannya, memang beda sekali watak ekonomi LDCs dibandingkan dengan DCs. Karena syarat dengan aneka ketimpangan dan ketidakadilan sektoral, kesenjangan distribusi aset, keterbatasan daya jangkau publik terhadap akses finansial, tidak tersedianya data antarwaktu dan sejenisnya. Dalam urusan aset dan kesempatan ekonomi, aneka kesenjangan untuk LDCs diselesaikan dengan aneka pendekatan redistributif, yang bagi LDCs tidak bisa ditawar.

Meski terlambat, pendekatan strukturalis makroekonomi atau lebih tepatnya perombakan strukturalis yang telah lama disarankan Prof Muby, Prof Loekman dan lain-lain, pada hari ini baru memperoleh perhatian, dan mulai diadopsi. Sudah barang tentu dalam gegap gempita. Penuh gagap maksudnya, dan 30 tahun berselang. Orientasi yang lumayan bagi keadilan pembangunan pedesaan dan pertanian setelah hampir setengah abad dianaktirikan oleh negara dan memanen masifnya pemiskinan publik pada tingkat nasional.

Membangun dari pinggiran, pemerataan transportasi, pembangunan aneka jalan trans, pemerataan penyediaan air bersih sebagai hak asasi publik. Juga pembangunan waduk, pelabuhan dan bandara, keadilan fasilitasi pendidikan dan pelayanan kesehatan, aneka prasarana sosial ekonomi lainnya. Termasuk tekad untuk merealisasikan harga tunggal BBM pada semua wilayah RI dan sebagainya merupakan beberapa contoh konkret pendekatan strukturalis itu.

Apresiasi terhadap semua itu tidak terkecuali sifatnya. Dan termasuk apresiasi terhadap program redistribusi tanah yang bagi rakyat miskin, pertanian dan pedesaan, sangatlah vital perannya. Dalam program besar yang disebutkan sebagai reforma agraria, (RA). Itu, adalah pelaksanaan amanat UUPA yang dimandatkan dalam UU 5/1960. Kaitannya dengan RA itu telah dicanangkan tiga kategori : sertifikasi, redistribusi, dan perhutanan sosial, yang secara kasar, masing-masing ditargetkan 4,5 juta hektare, 4,5 juta hektare dan 12,5 juta hektare.

Hiruk pikuk sudah banyak terjadi terhadap target operasional ini. Terutama berkaitan dengan beberapa prinsip RA menurut UUPA yang mengingkari sekurang-kurangnya tiga prinsip dari panca program UUPA : yaitu mengakhiri penghisapan feodal karena pemilikan lahan berlebihan, perombakan pemilikan dan penguasaan tanah, serta perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk kemaslahatan.

Berdasarkan tiga butir dari panca program ini apa yang sudah progresif dilaksanakan dalam RA, masih memerlukan pembenahan. Secara prinsip, RA yang direncanakan tidak pernah memperbaiki skema pemilikan dan penguasaan tanah dari para pemilik hak guna usaha atas lahan yang bisa mencapai ribuan bahkan ratusan-ribu hektaran untuk pemilik kelas kakap, termasuk pemilik usaha berkewarganegaraan asing. Ketimpangan ini tidak pernah terevisi dengan redistribusi dalam RAyang dicanangkan.

Dominasi ekonomis karena ketimpangan dan ketidakadilan pemilikan luasan lahan ini tentu tidak akan pernah menghasilkan pemerataan ekonomis bagi bangsa tercinta ini sampai kapanpun. Kecuali lewat pembatasan pemilikan luasan sebagaimana idealisasi RA dan UUPA. Selanjutnya butir ketiga, tentang kesempatan ekonomi bagi jutaan rakyat tani miskin sebagai jutaan investor gurem karena kebijakan negara dan elite politik yang sangat memanjakan konsumen dan masyarakat perkotaan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mudik Virtual

Jumat, 22 Mei 2020 | 11:56 WIB

Pasar Rakyat

Senin, 18 Mei 2020 | 01:52 WIB

Digitalisasi Buku

Sabtu, 16 Mei 2020 | 05:12 WIB

Akhir Pandemi

Jumat, 15 Mei 2020 | 04:44 WIB

Kerja Sama

Kamis, 14 Mei 2020 | 08:24 WIB

BST dan Pandemi

Rabu, 13 Mei 2020 | 02:30 WIB

Era New Normal

Selasa, 12 Mei 2020 | 09:56 WIB

Daya Tahan PTS

Senin, 11 Mei 2020 | 08:20 WIB

Pandeminomics

Sabtu, 9 Mei 2020 | 09:41 WIB

Ruang Sosial

Jumat, 8 Mei 2020 | 07:28 WIB

Didi Adalah Kita

Rabu, 6 Mei 2020 | 06:00 WIB

Kembalinya Pendidikan Keluarga

Selasa, 5 Mei 2020 | 07:24 WIB

Disrupsi Pangan

Senin, 4 Mei 2020 | 05:24 WIB

Belajar dari Covid-19

Sabtu, 2 Mei 2020 | 09:25 WIB

Menyelamatkan UMKM

Kamis, 30 April 2020 | 02:12 WIB

'Virus Sosial'

Rabu, 29 April 2020 | 08:00 WIB

Kampung Istimewa

Selasa, 28 April 2020 | 01:27 WIB

Sanksi PSBB

Senin, 27 April 2020 | 06:45 WIB

'Password Stuffing'

Sabtu, 25 April 2020 | 11:07 WIB

THR Bagi PNS

Jumat, 24 April 2020 | 05:47 WIB
X