Korupsi Politik

Photo Author
- Kamis, 2 November 2017 | 13:57 WIB

BEBERAPA waktu lalu, saya menyampaikan materi tentang korupsi politik dalam program Politik Cerdas Berintegritas yang diselenggarakan Yayasan Satunama bekerja sama dengan KPK. Saya mengampu kelas dengan peserta berasal dari siswa SMU. Dalam proses pembelajaran, seorang siswa melontarkan pertanyaan sederhana, tapi justru sangat substansial. Pertanyaannya: Apa insentif bagi seorang politisi untuk tidak melakukan korupsi politik?

Saya sempat tersentak mendengarnya. Pertama, pertanyaan ini mewakili pertanyaan banyak orang. Kedua, pertanyaan ini dilontarkan anak muda. Ketiga, pertanyaan ini tidak mudah dijawab. Korupsi politik adalah korupsi yang dilakukan pejabat publik yang dipilih melalui pemilu dan penunjukkan politik.

Korupsi politik dilakukan politisi, misalnya menteri, kepala daerah, dan anggota DPR(D). Korupsi politik juga berlangsung dalam proses pembuatan kebijakan publik. Selain itu, korupsi politik berimplikasi pada kerugian publik dalam jumlah yang sangat besar. Misal korupsi e-KTP, Hambalang.

Dalam literatur ilmu politik, korupsi politik terjadi karena berbagai faktor. Korupsi politik terjadi karena lemahnya mekanisme checks and balances antara lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Korupsi politik juga terjadi karena pengorganisasian parpol yang menuntut biaya politik tinggi. Saat ini, praktik pembelian suara terjadi dalam konteks pemilihan ketua parpol, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat daerah. Politik transaksional juga terjadi dalam proses kandidasi yang dilakukan parpol untuk pengisian jabatan-jabatan publik. Dalam masa kampanye, politik uang juga terjadi dalam berbagai bentuk. Secara lebih filosofis, korupsi politik terjadi karena semakin lunturnya dimensi profetik dan semakin menguatnya profesionalisme dalam cara kita berpolitik. Politik saat ini semakin dimaknai sebagai lapangan kerja. Sedangkan politisi semakin menjadi sebuah profesi.

Saya memberikan jawaban cepat dan agak panjang. Kalau kita bandingkan, politisi di negeri ini menerima gaji dan mendapat fasilitas yang tidak lebih rendah daripada politisi di negara-negara tetangga. Bahkan, mereka menerima penghasilan yang hampir sama dengan para politisi di negara-negara maju. Selain itu, para politisi itu sendiri yang menetapkan standar penghasilan mereka. Dengan demikian, sebenarnya kita sudah banyak memberikan insentif bagi para politisi untuk tidak melakukan korupsi politik.

Kita perlu meredefinisi istilah insentif. Sejauh ini, insentif sangat identik dengan uang. Padahal, makna insentif bisa kita perluas. Insentif bisa berupa reputasi dan kredibilitas seseorang dan ini modal utama bagi pengembangan karir, terlebih bagi orang muda. Insentif juga bisa dimaknai dengan jejaring yang luas. Tidak melakukan korupsi politik juga bisa kita anggap sebagai insentif karena kita berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial yang lebih baik. Insentif juga bisa dimaknai dalam konteks relijiusitas, terkait dengan pahala dan surga di kehidupan akherat nanti.

Sebagai upaya meminimalisir praktik korupsi politik yang telah melembaga, kita sangat berharap pada peran dari kaum muda. Sayangnya, tidak banyak kaum muda saat ini yang tertarik berpolitik. Lebih spesifik lagi, tidak banyak pemuda yang beraktivitas di parpol. Jadi, jika generasi muda yang baik ingin meminimalisir praktik korupsi politik, maka langkah pertama dan utama adalah masuk ke dunia politik, yaitu dengan bergabung ke parpol. Jawaban ini ternyata belum memuaskan saya. Sampai sekarang saya masih mencari jawaban yang lebih pas. Menurut saya, pertanyaan tersebut sangat pragmatis, rasional dan konkret. Dengan demikian, jawabannya pun harus bersifat pragmatis, rasional, dan konkret.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mudik Virtual

Jumat, 22 Mei 2020 | 11:56 WIB

Pasar Rakyat

Senin, 18 Mei 2020 | 01:52 WIB

Digitalisasi Buku

Sabtu, 16 Mei 2020 | 05:12 WIB

Akhir Pandemi

Jumat, 15 Mei 2020 | 04:44 WIB

Kerja Sama

Kamis, 14 Mei 2020 | 08:24 WIB

BST dan Pandemi

Rabu, 13 Mei 2020 | 02:30 WIB

Era New Normal

Selasa, 12 Mei 2020 | 09:56 WIB

Daya Tahan PTS

Senin, 11 Mei 2020 | 08:20 WIB

Pandeminomics

Sabtu, 9 Mei 2020 | 09:41 WIB

Ruang Sosial

Jumat, 8 Mei 2020 | 07:28 WIB

Didi Adalah Kita

Rabu, 6 Mei 2020 | 06:00 WIB

Kembalinya Pendidikan Keluarga

Selasa, 5 Mei 2020 | 07:24 WIB

Disrupsi Pangan

Senin, 4 Mei 2020 | 05:24 WIB

Belajar dari Covid-19

Sabtu, 2 Mei 2020 | 09:25 WIB

Menyelamatkan UMKM

Kamis, 30 April 2020 | 02:12 WIB

'Virus Sosial'

Rabu, 29 April 2020 | 08:00 WIB

Kampung Istimewa

Selasa, 28 April 2020 | 01:27 WIB

Sanksi PSBB

Senin, 27 April 2020 | 06:45 WIB

'Password Stuffing'

Sabtu, 25 April 2020 | 11:07 WIB

THR Bagi PNS

Jumat, 24 April 2020 | 05:47 WIB
X