Sistem Anggaran Jokowi

Photo Author
- Rabu, 1 November 2017 | 14:37 WIB

MELIHAT sistem anggaran yang berlangsung, ternyata besar bedanya. Di era Orde Baru, APBN Indonesia menganut sistem anggaran berimbang (balanced budget). Konsep anggaran berimbang meniscayakan munculnya pos tabungan pemerintah dalam struktur APBN. Tabungan pemerintah diperoleh dari pendapatan domestik (pajak dan bukan pajak) dikurangi dengan belanja rutin pemerintah.

Nilai tabungan pemerintah yang positif mencerminkan semua belanja rutin dapat dibiayai pendapatan negara, dan pemerintah masih memiliki saldo berupa tabungan. Nilai tabungan yang semakin membesar dapat dialokasikan untuk membiayai pembangunan. Sehingga postur anggaran seperti itu mampu mengurangi ketergantungan negara terhadap utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Dan berlaku sebaliknya jika tabungan bernilai negatif.

Di era Presiden Jokowi, bahkan sejak 2000, pemerintah tidak lagi menganut balanced budget, tapi menganut anggaran defisit (deficit budged). Faktanya selama tiga tahun Jokowi-JK berkuasa, APBN kita selalu mengalami defisit anggaran. Dan pos tabungan pemerintah tidak lagi muncul dalam struktur APBN.

Jika pemerintah Orde Baru mengandalkan pos tabungan positif, maka pemerintah sekarang mengupayakan agar postur APBN mencapai surplus keseimbangan primer (primary balance). Keseimbangan primer merupakan selisih pendapatan negara setelah dikurangi belanja negara minus pembayaran bunga. Keseimbangan primer yang positif (surplus) mengindikasikan pemerintah mampu menekan besaran utang sebagai sumber pembiayaan pembangunan.

Fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya. Pada 2016 misalnya, APBN kita justru mengalami defisit keseimbangan primer sebesar Rp 125,6 triliun, dan pada 2017 meningkat menjadi Rp 144,3 triliun (outlook). Sementara pada 2018 dianggarkan defisit keseimbangan primer akan turun menjadi Rp 78,4 triliun (RAPBN), dan Rp 87,3 triliun (APBN).

Semakin besar defisit keseimbangan primer mencerminkan kemampuan pemerintah membayar utang semakin rendah, karena menarik utang baru untuk membayar beban bunga utang yang telah jatuh tempo. Data Kemenkeu (2016) menunjukkan beban bunga utang pemerintah terus mengalami peningkatan yang signifikan, yakni dari 1,22% PDB (2012) meningkat menjadi 1,48% PDB (2016). Untuk pertama kalinya dalam sejarah, APBN 2016 mencatat pembayaran bunga melampaui belanja subsidi. Sehingga hal itu boleh saja dimaknai kesejahteraan rakyat dikorbankan untuk kepentingan kreditur.

Postur APBN di era Presiden Jokowi diklaim sukses menjalankan fungsi realokasi belanja tidak produktif ke belanja produktif, yakni penghapusan belanja subsidi energi (BBM), dan dialihkan untuk belanja produktif seperti belanja infrastruktur (perbaikan konektivitas), peningkatan kesejahteraan rakyat dan penanggulangan kemiskinan. Namun ada hal yang layak untuk kritisi, mengapa kebijakan realokasi itu dilakukan pemerintah justru bersamaan dengan jatuhnya harga minyak dunia yang diikuti turunnya penerimaan sumber daya alam (SDA).

Jatuhnya harga minyak dunia berarti beban subsidi energi berkurang. Sehingga sejatinya tidak ada realokasi anggaran secara riil, karena tidak ada tambahan penerimaan negara dari sektor SDA. Makna yang sesungguhnya terjadi adalah pengurangan belanja subsidi, dan berkurangnya beban subsidi akibat anjloknya harga minyak dunia hanya sanggup menutup merosotnya penerimaan SDA. Kondisi itu masih diperparah lagi dengan target penerimaan pajak yang tidak pernah tercapai sepanjang rezim Jokowi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: ivan

Tags

Rekomendasi

Terkini

Mudik Virtual

Jumat, 22 Mei 2020 | 11:56 WIB

Pasar Rakyat

Senin, 18 Mei 2020 | 01:52 WIB

Digitalisasi Buku

Sabtu, 16 Mei 2020 | 05:12 WIB

Akhir Pandemi

Jumat, 15 Mei 2020 | 04:44 WIB

Kerja Sama

Kamis, 14 Mei 2020 | 08:24 WIB

BST dan Pandemi

Rabu, 13 Mei 2020 | 02:30 WIB

Era New Normal

Selasa, 12 Mei 2020 | 09:56 WIB

Daya Tahan PTS

Senin, 11 Mei 2020 | 08:20 WIB

Pandeminomics

Sabtu, 9 Mei 2020 | 09:41 WIB

Ruang Sosial

Jumat, 8 Mei 2020 | 07:28 WIB

Didi Adalah Kita

Rabu, 6 Mei 2020 | 06:00 WIB

Kembalinya Pendidikan Keluarga

Selasa, 5 Mei 2020 | 07:24 WIB

Disrupsi Pangan

Senin, 4 Mei 2020 | 05:24 WIB

Belajar dari Covid-19

Sabtu, 2 Mei 2020 | 09:25 WIB

Menyelamatkan UMKM

Kamis, 30 April 2020 | 02:12 WIB

'Virus Sosial'

Rabu, 29 April 2020 | 08:00 WIB

Kampung Istimewa

Selasa, 28 April 2020 | 01:27 WIB

Sanksi PSBB

Senin, 27 April 2020 | 06:45 WIB

'Password Stuffing'

Sabtu, 25 April 2020 | 11:07 WIB

THR Bagi PNS

Jumat, 24 April 2020 | 05:47 WIB
X