SETIAP tanggal 20 Mei bangsa kita memiliki tradisi memperingati Hari Kebangkitan Nasional. Karena pada 20 Mei 1908 berdiri perhimpunan Boedi Oetomo yang menggelorakan semangat dan kesadaran baru untuk meraih kemerdekaan dan berkedaulatan sebagai bangsa (nation-state) dari Kolonial Belanda yang tak berperikemanusiaan dan berkeadaban. Di kemudian hari sejarah memahatnya sebagai gerakan kebangkitan nasionalisme Indonesia yang pertama.
Nasionalisme, sebagaimana ideologi besar lain seperti kapitalisme, demokrasi atau hak asasi manusia (HAM), adalah ideologi yang terus berkembang. Pemahaman dan praktik ideologi besar itu di satu zaman akan berbeda dengan zaman lainnya akibat adanya aneka perkembangan baru. Menerapkan faham nasionalisme lama di zaman yang sudah sangat berubah akan menjadi tindakan bunuh diri.
Mestinya ada yang tetap, namun ada pula yang berubah dalam faham nasionalisme. Yang tetap adalah definisi nasionalisme sebagai identitas kultural meminjam ungkapan Matteri Dogan (1994), yakni nasionalisme berupa ekspresi cinta negara yang tumbuh secara natural ataupun ditumbuhkan melalui proses politik ke dalam sanubari warga negara. Ke dalam rasa nasionalisme itu mengatasi kepentingan primordial, seperti etnis, ras, atau agama. Ke luar, rasa nasionalisme itu anti kolonialisme dan penjajahan pihak asing.
Revitalisasi Nasionalisme
Dengan demikian, saat tertentu nasionalisme bisa saja lebih dari sekadar ideologi. Melainkan sebuah performa naratif, yakni proses pemaknaan yang aktif, berulang-ulang dan reproduktif. Karenanya merevitalisasi semangat nasionalisme adalah keniscayaan yang mesti dilakukan oleh generasi-generasi berikutnya pascagerakan Boedi Oetama agar ia dapat menjadi inspirasi perubahan.
Pada generasi Boedi Oetomo nasionalisme identik dengan menumbuhkan semangat menuju terbangunnya nation-state bernama Indonesia merdeka dari penjajah kolonial. Kemudian pada Orde Lama nasionalisme adalah semangat revolusioner guna mempertahankan Indonesia dari ancaman bangsa asing. Dan pada masa Orde Baru nasionalisme terejawantahkan dalam bentuk loyal pada pemerintah tanpa sikap kritis.
Maka menurut penulis, nasionalisme baru saat ini adalah pergulatan antara model nasionalisme masa Boedi Oetomo, Orde Lama dan Orde Baru dengan dibarengi semangat tantangan globalisasi, kapitalisme, dan problem keterpurukan bangsa, akibat perilaku teroris. Dengan kata lain, nasionalisme saat ini adalah kemampuan untuk bangkit dan menang melawan tindakan radikal dan terorisme.
Di titik ini kita perlu mewujudkan nasionalisme baru itu dengan pertama-tama menemukan maskot untuk membentuk kesadaran publik akan perlunya mencintai negerinya. Seperti kata Ernest Renan (1823-1892), bahwa timbulnya nasionalisme di dasarkan kepada perasaan menderita bersama, sehingga dirasa perlu menjemput kegemilangan.