“Pengelola hingga penjual makanan berasal dari warga sekitar,†ungkap Bayu (30), selaku Koordinator Lapangan Spark (25/07/19).Â
Tak dipungkiri oleh Bayu, pemberdayaan masyarakat ini juga mengalami beberapa kendala yang dihadapi. Dimulai dari belum adanya pengetahuan yang cukup dalam bisnis di sektor wisata, hingga proses untuk mengajak warga dalam keikutsertaan untuk membangun Spark.
Sebelum adanya Spark ini, warga sekitar memiliki berbagai pekerjaan yang beraneka ragam, mulai dari penggarap sawah hingga tukang bangunan. “Untuk mengajak warga, kita harus menunjukkan dulu keberhasilan Spark ini. Baru mereka tergugah, walaupun masih sebagian warga,†ucap Bayu.
Dalam pembagian kerjanya, Spark memanfaatkan para remaja desa yang tergabung dalam karang taruna untuk menjadi pemandu wisata. Kemudian, ibu- ibu menjadi penjual makanan.
Tidak serta- merta langsung terjun ke lapangan, warga sekitar yang menjadi pengelola bisnis wisata alam ini sudah mendapat pelatihan dari instansi- instansi terkait, seperti pelatihan pemandu wisata, dan penyelamatan. (Rahma Ayu Nabila)