SEBAGAI warisan budaya, batik sudah akrab dengan masyarakat Giriloyo sejak abad 17. Melalui batik, lebih dari 600 orang menggantungkan hidupnya.
Menurut pemaparan Nur Ahmadi, Ketua II Paguyuban Batik Giriloyo, cikal bakal membatik bermula dari pembangunan makam raja di Imogiri. Kala itu Kerajaan Mataram tengah membangun makam, sulitnya transportasi membuat orang-orang dari Kerajaan Mataram harus menginap di pemukiman warga Giriloyo.
Karena sering menginap, interaksi yang terjalinpun semakin akrab. “Orang-orang itu yang kemudian mengajari nenek moyang kami cara membatik,†ungkapnya saat ditemui KRJogja.com Kamis (29/09/2016) di Show Room Batik Tulis Giriloyo.
Baca Juga :
Pada tahun 1981 berdirilah sebuah kelompok batik yang kini merupakan kelompok tertua yaitu kelompok Batik Bimasakti. Adanya kelompok Batik Bimasakti ternyata belum cukup untuk menampung pembatik dari dua dusun di sekitarnya, yaitu Dusun Cengkehan dan Dusun Karang Kulon.
“Mayoritas penduduk di tiga dusun ini adalah pembatik, tidak heran setelah itu muncul kelompok-kelompok untuk mewadahi para pembatik,†paparnya. Kampung Batik Tulis Giriloyo kini sudah memiliki 12 kelompok yang mampu mewadahi seluruh pembatik yang ada di Giriloyo dan sekitarnya.
Dalam perjalanannya Kampung Batik Giriloyo juga mengalami pasang surut. “Setelah sempat jaya, pada tahun 2006 kami collapse karena gempa,†terangnya. Kemudian pada 27 Mei 2007 mereka membuat gerakan kebangkitan batik dengan membuat slendang terpanjang yaitu 1.200 meter. Disini merupakan titik balik usaha batik Giriloyo. Pada hari yang besamaan bedirilah Paguyuban Batik Giriloyo ini.