"Kami berkomitmen Bawaslu untuk menjaga integritas dan transparansi dalam proses ini," tegasnya
Praktisi Hukum Musthafa SH menambahkan ketidaknetralan aparat desa dalam Pilkada dapat mencederai nilai-nilai demokrasi.
Ia menegaskan apa yang dilakukan oleh beberapa oknum desa ini rentanmelanggar sejumlah pasal dalam undang-undang terkait netralitas pejabat publik, khususnya perangkat desa.
“UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah Pasal 71 Ayat (1) "Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI/Polri, kepala desa, dan perangkat desa dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Jika terbukti melanggar, tindakan tersebut dapat dijerat dengan Pasal 188, yang menyatakan: Ancaman pidana penjara paling lama 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp6 juta,” urainya.
Ia juga menambahkan oknum perangkat desa ini juga melanggar UU No. 6 Tahun 2014 tentang DesaPasal 29 Huruf g dan h.
"Kepala desa dan perangkat desa dilarang melakukan tindakan diskriminatif terhadap warga negara atau golongan tertentu, serta dilarang menyalahgunakan wewenang dan jabatannya. Dukungan kepada paslon tertentu dapat dianggap sebagai tindakan diskriminatif dan penyalahgunaan wewenang, yang bertentangan dengan asas netralitas,” tambahnya.
Selain itu mereka juga dapat dijerat oleh aturan lain lain yakni melanggar UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 Ayat (2)
"Pelaksana atau tim kampanye dilarang melibatkan aparat desa, perangkat desa, atau pejabat lainnya dalam kegiatan kampanye."
Baca Juga: Plafon SD Ambrol, 3 Siswa Dilarikan ke Rumah Sakit
"Berdasarkan ketentuan UU ini, pelanggaran bisa berdampak pada sanksi administrasi maupun diskualifikasi bahkan bagi pasangan calon yang diuntungkan” tutupnya.(*)