PURWOKERTO - Pada tahun 2022 Kabupaten Banyumas menjadi juara penderita Tuberkulosis (TBC) di Jawa Tengah.
Untuk percepatan eliminasi penderita TBC, Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyumas bersama pemangku kepentingan berkolaborasi melakukan percepatan eliminasi TBC di Kabupaten Banyumas supaya berjalan maksimal.
Plt Kepala Dinkes Banyumas, Djoko Setyono, pada Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Purwokerto, Senin (28/11/2022) menjelaskan pada tahun 2022 Kabupaten Banyumas dari data Dinas Kesehatan mengestimasikan ada 3.946 orang yang terkonfirmasi positif TBC.
"Angka estimasi kasus tersebut ternyata jauh dibawah angka temuan di lapangan yakni 4.372 orang atau 110 persen, yang merupakan angka tertinggi di Jawa Tengah," kata Djoko.
Menurutnya angka temuan tersebut didapat setelah dilakukan penulusuran oleh berbagai pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya baik tenaga kesehatan maupun kader-kader komunitas.
Angka tersebut jika dilihat dari perspektif orang umum cenderung mengkawatirkan karena jumlah penderita penyakit TBC di Banyumas tinggi.
Namun jika dilihat dari perspektif program penanggulangan TBC angka ini bisa menjadi kinerja yang baik karena investigasi kontak berjalan dengan optimal.
Dalam perspektif program, penemuan kasus TBC sebanyak mungkin berdampak terhadap percepatan eliminasi kasus TBC.
Penemuan sebanyak mungkin menjadi tantangan mengingat para penderita TBC relatif tertutup terhadap masyarakat sekitar.
Kondisi tersebut terjadi, karena stigma masyarakat umum terhadap penderita TBC masih negatif dan tidak sedikit dari masyarakat yang menjauhi atau mengucilkan penderita TBC.
Djoko, menambahkan stigmatisasi dan diskriminasi terhadap penderita TBC karena kurangnya edukasi dan informasi terhadap masyarakat.
Mak perlu ada upaya pengurangan stigma dan diskriminasi di masyarakat dengan cara melakukan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader, komunitas, dan masyarakat.
Stigma tentang TBC yang banyak ditemukan adalah pemahaman yang keliru bahwa penyakit TBC adalah penyakit menular dan tidak bisa disembuhkan. Sehingga dampaknya banyak dari penderita TBC dikucilkan, dijauhi dari masyarakat dan berdampak pada psikis serta mental para penderita TBC.
Keadaan psikis dan mental yang baik sangat diperlukan oleh penderita TBC agar imun juga terjaga selain itu agar penderita TBC tetap memiliki motiviasi menuntaskan pengobatan TBC yang cukup panjang.
Pengobatan TBC Sensitif Obat (SO) selama 6 bulan dan TBC Resisten Obat (RO) bisa berlangsung selama 2 tahun.
Berkaitan masalah ini, Pemerintah Kabupaten Banyumas setiap tahunnya telah menganggarkan belanja daerah untuk penanganan kasus TBC cukup besar.
Alokasi belanja bahan habis pakai untuk Tes Cepat Molekuler (TCM) setiap tahunnya menganggarkan kurang lebih 3 milyar. TCM adalah alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan TBC sesuai dengan Permenkes RI No 67 Tahun 2016.
Kelebihan alat ini dapat mendeteksi TBC secara cepat dan mendekteksi resistensi terhadap obat TBC.
Ibnu hijrahman, Master Sehat Indonesia (MSI) Banyumas, menambahkan MSI merupakan salah satu komunitas yang peduli dan berkomitmen membantu pemerintah dalam eliminasi kasus TBC terus melakukan kolaborasi Dinkes Banyumas.
Lembaga non profit ini berdiri sejak November 2020 silam yang tersebar hampir di seluruh kabupaten yang ada di Jawa Tengah. "Di kabupaten Banyumas, MSI memiliki Kader yang membantu di lapangan berjumlah 72 orang yang tersebar hampir di seluruh kecamatan yang ada di Banyumas," kata Ibnu.
Para kader MSI ini bertugas untuk melakukan kunjungan ke rumah-rumah penderita untuk melakukan edukasi kepada penderita dan keluarga serta melakukan pelacakan suspek di sekitar penderita TBC.
Pelacakan suspek ini dilakukan dengan cara investigasi kepada orang di sekitar penderita TBC. Jika ditemukan kasus positif TBC baru di sekitar penderita TBC, kader berkoordinasi dengan nakes setempat untuk dapat segera melakukan investigasi kontak serumah dan kontak erat penderita TBC.
Selanjutnya mereka memberikan pendampingan menelan obat TBC sampai sembuh bagi penderita TBC.
MSI memiliki funding dari Global Fund yang merupakan Lembaga keuangan yang berasal dari Swiss. Donor keuangan yang diterima oleh Mentari Sehat Indonesia dari Global Fund sepenuhnya dialokasikan untuk operasional dalam program percepatan eliminasi TBC.
" Hal ini tentu sangat membantu penghematan belanja daerah untuk percepatan eliminasi TBC dengan donor tersebut dapat menggerakan masyarakat umum seperti kader MSI dalam melakukan kunjungan dan pelacakan, " ungkapnya.
Kader MSI berasal dari berbagai latar belakang dan aktifitas lainya yang mereka ikuti. Kerja mereka secara sosial tanpa mengharapkan imbalan, aktif dalam kegiatan sosial lainnya seperti Posyandu, Prolanis maupun kegiatan lainnya. Para kader juga menyisihkan sebagian rejeki mereka untuk membantu asupan gizi penderita TBC. (Dri)