Revisi UU Kejaksaan Dinilai Berisiko, Pakar Hukum: Bisa Melemahkan Sistem Hukum

Photo Author
- Jumat, 7 Februari 2025 | 07:15 WIB
Pemusnahan Barang Bukti Kejahatan di Halaman Kejaksaan Negeri Boyolali.  (Foto: Mulyawan)
Pemusnahan Barang Bukti Kejahatan di Halaman Kejaksaan Negeri Boyolali. (Foto: Mulyawan)


Krjogja.com– SEMARANG-Revisi Undang-Undang Kejaksaan yang tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2021 terus menuai kritik dari berbagai kalangan. Dalam diskusi publik bertajuk "Kejaksaan ‘Superbody’ dan Ancaman Kekuasaan Absolut", para pakar hukum menyoroti sejumlah pasal yang dianggap berpotensi melemahkan sistem hukum di Indonesia. Acara ini digelar di Gedung Theater Prof. Qodri Azizy ISDB, Fakultas Syariah & Hukum, UIN Walisongo, Semarang, pada Rabu (5/2/2024).

Diskusi yang diinisiasi oleh Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Syariah & Hukum UIN Walisongo ini menghadirkan tiga pemateri utama: Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, M.Soc, SC (Guru Besar Ilmu Hukum UIN Walisongo), Muhammad Farhan, SSy, M.H (Ketua PKY Jateng dan Penghubung Komisi Yudisial), serta Bambang Riyanto, M.H (Advokat & Praktisi Hukum dan Politik). Diskusi dipandu oleh Khapid, mahasiswa hukum UIN Walisongo, dan dihadiri lebih dari 50 peserta, mayoritas mahasiswa hukum.

Dalam diskusi, Prof. Achmad Gunaryo menyoroti bahwa revisi UU Kejaksaan memperluas kewenangan jaksa tanpa diimbangi dengan pengawasan yang memadai."Tantangan terbesar kejaksaan terletak pada integritas yang belum sepenuhnya terbangun. Jika kewenangan jaksa semakin besar tanpa mekanisme pengawasan yang jelas, ini bisa membuka celah penyalahgunaan kekuasaan," ujarnya.

Baca Juga: Sambut HUT, Partai Gerindra Sragen Bakti Sosial di Panti Asuhan

Ia menegaskan bahwa revisi ini seharusnya lebih berfokus pada penguatan integritas lembaga kejaksaan, bukan sekadar memperbesar kewenangannya.
Hal senada disampaikan oleh Muhammad Farhan, yang menilai bahwa pengawasan terhadap kejaksaan masih bersifat formalitas dan belum efektif.

"Jika kejaksaan menjadi lembaga superbody tanpa kontrol yang ketat, dikhawatirkan lembaga ini bisa digunakan sebagai alat kekuasaan yang mengancam prinsip keadilan," paparnya.

Salah satu poin kontroversial dalam revisi UU Kejaksaan adalah pemberian senjata api kepada jaksa untuk perlindungan diri. Kebijakan ini memicu kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan kekuasaan, terutama jika tidak ada aturan ketat mengenai penggunaannya.Selain itu, perluasan kewenangan jaksa dalam penyelidikan perkara juga dikritisi karena dianggap bisa mengikis prinsip checks and balances.

Baca Juga: OJK Terbitkan 9 Peraturan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya

"Dalam sistem hukum yang sehat, harus ada keseimbangan antara kewenangan dan pengawasan. Jika kejaksaan dibiarkan memiliki kekuasaan terlalu besar, ini justru bisa menjadi ancaman bagi independensi hukum," tambah Bambang Riyanto.

Para pemateri sepakat bahwa revisi UU Kejaksaan harus dikaji ulang agar tidak menjadi ancaman bagi sistem hukum di Indonesia. Mereka menekankan pentingnya mekanisme pengawasan yang lebih transparan dan independen.
"Jangan sampai revisi yang seharusnya menjadi solusi justru melemahkan sistem hukum dan membuka celah penyalahgunaan kekuasaan," tegas Prof. Achmad Gunaryo.

Sebagai langkah ke depan, diperlukan kajian mendalam serta partisipasi publik dalam perbaikan regulasi ini. Tanpa revisi yang lebih baik, kejaksaan dikhawatirkan akan menjadi lembaga yang terlalu kuat tanpa kontrol yang cukup, yang bisa mengancam keadilan hukum di Indonesia.(Dri)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

4 Orang tewas, Truk Tangki Seruduk Minibus di Cilacap

Minggu, 14 Desember 2025 | 10:41 WIB
X