Krjogja.com - PURBALINGGA - Hari kedua Festival Gunung Slamet (FGS) #8 di Desa Serang, Kecamatan Karangreja Purbalingga, diisi dengan acara pengambilan air dari tuk (Mata air) Sikopyah. Mengambil air di tuk yang terletak di lereng Gunung Slamet merupakan salah satu agenda utama FGS dari tahun ke tahun.
Tradisi pengambilan air itu merupakan simbol rasa syukur warga Desa Serang atas limpahan berkah alam, khususnya air, yang menjadi sumber kehidupan sehari-hari. Prosesi tersebut juga menjadi bentuk pelestarian budaya sekaligus kampanye menjaga kelestarian lingkungan di kawasan lereng Gunung Slamet.
Baca Juga: Real Madrid Menang Dramatis atas Dortmund, Xabi Tatap Semifinal
Dalam prosesi itu, setelah mengikuti doa bersama yang dipimpin tokoh adat setempat, tidak kurang dari 140 warga berpakaian adat berjalan berurutan dengan membawa lodong, yakni wadah air yang terbuat dari bambu. Ratusan warga berjalan kaki sekitar satu kilometer menuju tuk Sikopyah. Dalam rombongan tersebut tampak pula sejumlah wanita yang membawa sesaji, menambah unsur sakral dalam kegiatan adat ini.
Setibanya di lokasi tuk Sikopyah, prosesi dilanjutkan dengan pengambilan air yang diawali pembacaan doa oleh sesepuh masyarakat, selanjutnya air dimasukkan ke dalam lodong secara khidmat.
Kepala Desa Serang, Sugito menuturkan, Prosesi itu merupakan ungkapan rasa syukur karena telah diberi limpahan rezeki berupa air yang sangat dibutuhkan warga Desa Serang dan sekitarnya. Pengambilan air tuk Sikopyah sudah menjadi tradisi yang diwariskan turun-temurun.
“Kegiatan ini bukan sekadar ritual. Ini cara kami menunjukkan penghormatan terhadap alam yang telah memberikan kehidupan bagi masyarakat sekitar,” tutur Sugito.
Selanjutnya, ratusan warga itu melanjutkan kirab menuju lokasi Objek Wisata D’las dengan masing-masing membawa lodong yang telah terisi air dari tuk tersebut. Iringan pembawa lodong air disambut antusias ribuan pengunjung yang telah berkumpul untuk mengikuti tradisi rebutan gunungan hasil bumi dan air dari tuk Sikopyah.
Rebutan gunungan menjadi salah satu agenda FGS yang menarik bagi wisatawan sebagai simbol berkah dan harapan untuk kemakmuran.
FGS yang mulai berlangsung sejak rutin sejak 2015 itu idak sekadar menjadi ajang pelestarian budaya local. Even itu juga bagian dari promosi wisata dan edukasi lingkungan. Keberlangsungan tradisi ini menunjukkan komitmen masyarakat Serang dalam menjaga nilai-nilai kearifan lokal dan kelestarian alam Gunung Slamet.
Dengan mengusung semangat kebersamaan dan kepedulian terhadap lingkungan, FGS tahun ini diharapkan mampu mempererat hubungan antarwarga, menarik kunjungan wisatawan, serta menginspirasi generasi muda untuk mencintai warisan budaya daerahnya. (Rus)