Krjogja.com - BANYUMAS – Suasana Minggu (20/8/2025) di kawasan Lokawisata Baturraden, Banyumas terasa berbeda dari biasanya. Ribuan warga tumpah ruah di sepanjang jalur arak-arakan, menanti momen tahunan yang selalu dinanti, Grebeg Suran.
Dengan iringan musik tradisional dan ragam kesenian lokal, dua gunungan raksasa setinggi lima meter mulai diarak dari pintu gerbang Palawi. Gunungan yang berisi aneka hasil bumi—sayur, buah, hingga umbi-umbian—bergerak perlahan menuju Sungai Gumawang, pusat acara Grebeg Sura 2025.
Baca Juga: Optimisme Melihat Permainan PSS Meski Kalah dari Persebaya
Tradisi ini bukan sekadar tontonan. Bagi masyarakat, ini adalah wujud rasa syukur atas rezeki yang telah diterima sepanjang tahun, serta harapan akan keberkahan di masa mendatang. Tak heran jika prosesi rebutan gunungan menjadi klimaks yang paling dinanti.
“Cabainya mau saya tanam. Semoga tumbuh subur dan jadi berkah buat keluarga,” kata Lina, warga Kemutug Lor, sambil menunjukkan cabai merah yang ia dapatkan dari gunungan.
Ia juga membawa pulang beberapa sayur dan buah nanas. Musringah, warga Karangmangu, tampak bahagia membawa tas kresek berisi hasil bumi. “Mudah-mudahan dapat berkah, sehat selalu, dan rezekinya lancar,” ucapnya singkat.
Baca Juga: Transformasi Digital Digenjot, BPJS Kesehatan Percepat Layanan untuk 278,1 Juta Peserta JKN
Ketua Panitia, Beno Suyitno, menjelaskan bahwa Grebeg Sura tahun ini melibatkan sekitar 700 peserta dari 12 desa di Kecamatan Baturraden, ditambah komunitas pelaku wisata seperti PHRI, Pakemas, komunitas offroad, hingga perempuan berkebaya.
“Yang menarik, tahun ini acara sepenuhnya digelar oleh masyarakat. Jadi nuansa budayanya terasa lebih dalam, lebih hidup. Setiap desa menampilkan kesenian terbaik mereka,” kata Beno dengan bangga.
Deretan atraksi budaya seperti tari tradisional, arak-arakan pakaian adat, dan pertunjukan musik etnik turut menyemarakkan jalannya acara.
Para pelaku seni, tua dan muda, seolah berlomba menampilkan yang terbaik. Grebeg Sura bukan hanya soal budaya, tapi juga perekat sosial.
Masyarakat berkumpul, berbagi semangat, dan merayakan kearifan lokal yang sudah diwariskan turun-temurun. “Ini bagian dari identitas kita. Sekaligus jadi daya tarik wisata budaya yang luar biasa,” tutup Beno.(Dri)