Krjogja.com - YOGYA - Aktor, aktris dan sutradara film Siapa Dia menyapa penonton dalam pemutaran dan diskusi di XXI Urip Sumogarjo Yogyakarta, Senin (25/8/2025) siang. Hal-hal menarik dibicarakan bersama penonton yang berasal dari berbagai latarbelakang dan daerah asal tersebut.
Nicholas Saputra, menjadi pemeran utama film yang dibesut sutradara Garin Nugroho itu. Nico memerankan empat karakter dari empat era berbeda di film yang menceritakan perjalanan masa di Indonesia tersebut.
Baca Juga: Ajang Peparda IV DIY 2025, Bupati Endah: Ini Panggung Kesetaraan dan Ketangguhan
Di film musikal Siapa Dia, Nico berbagi peran bersama Widi Mulia, Gisela Anastasia, Morgan Oey hingga Happy Salma dan Dira Sugandi. Menarik ada sisi komedi, drama kelabu hingga berbagai penggal cerita layar Nusantara dari masa ke masa.
Nico mengaku, melakulan riset mendalam untuk menghidupkan peran-peran dalam film yang dimainkannya. Ia sempat menyinggung pengalamannya dalam film Gie (2005), ketika harus meniru gestur tokoh nyata melalui dokumenter.
"Riset itu penting ya. Kalau di film Gie waktu itu, memang tokohnya pernah ada, dia hidup, dan saya sempat mendapatkan sebuah footage. Kebetulan, tidak banyak dipercaya orang, tapi ada di sebuah dokumenter dari Australia. Dari situ saya melihat karakteristik yang unik. Saya pikir kalau biasanya orang yang paling depan itu garang, gahar. Tapi justru dia ada di balik layar, gaya jalannya culun. Itu menarik karena kontras dengan tulisannya yang begitu garang," ungkapnya.
Baca Juga: Mobil Dinas Satpol PP Ugal ugalan di Jalan Kampung, Hampir Tabrak Bocah
Dalam film ini, tantangan besar ia hadapi dengan empat peran berbeda yang ada dalam generasi berbeda. Berbeda dari film-filmya yang lain, Nico banyak memberikan kesempatan eksplorasi dirinya untuk masuk dalam empat karakter berbeda.
"Nah, di film ini ruangnya sangat luas. Ada empat era yang memberi kesempatan untuk mengulik karakter lebih dalam. Ada opsi membuat empat karakter ini sangat berbeda. Tapi akhirnya saya rasa DNA-nya sama. Jadi saya pilih memberikan gestur-gestur kecil saja. Kalau dilihat sekilas mungkin tidak terasa, tapi harapannya bisa dirasakan," tambah pemeran Rangga dalam AADC ini.
Film Siapa Dia dibagi menjadi empat babak, masing-masing merepresentasikan satu era sejarah sekaligus kisah cinta. Dari era kolonial dengan pertunjukan Dardanella dan film Loetoeng Kasaroeng (1926), masa pendudukan Jepang dengan perjumpaan pejuang, hingga era Orde Baru dengan budaya jalanan. Lagu-lagu khas tiap zaman seperti Nurlela, Kopral Jono, hingga Anak Jalanan ikut memperkuat rasa film tersebut.
Film yang menjadi petualangan lintas generasi ini, sekaligus menjadi upaya menelusuri jejak budaya pop Indonesia dari komedi stamboel, poster lukis, persewaan komik, hingga majalah populer yang kini tinggal kenangan. Siapa Dia bukan hanya tontonan musikal, tetapi juga refleksi perjalanan budaya populer Nusantara.
"Hubungan antar-perempuan juga berbeda di tiap era. Misalnya di era buyut masih polos, konservatif, lembut. Di era ’45 lebih egaliter, berani menggoda laki-laki. Lalu di era 80-an, perempuan tampil lebih kuat. Itu yang menurut saya spesial dari Mas Garin, bisa memberikan sesuatu yang nggak monoton, selalu berubah," tandas sang sutradara, Garin Nugroho.
Bagi Garin, musikal bukan sekadar gaya penceritaan, melainkan bagian dari kebudayaan Nusantara. Musikal dikatakannya paling tepat digunakan untuk medium menceritakan sejarah Indonesia.
"Kita terlalu sering menceritakan sejarah lewat perang atau propaganda. Padahal, kalau Anda mendengar lagu A atau B, pasti ada memori zaman tertentu, peristiwanya, kenangannya. Lewat lagu, sejarah bisa dinarasikan dengan cara yang hidup. Sutradara itu harus nakal. Nakal artinya punya imajinasi. Imajinasi itu lebih luas daripada pengetahuan dan ideologi. Pengetahuan ada batasnya, tapi imajinasi bisa ke mana-mana," tandas Garin.
Garin mengaku hanya melakukan proses syuting selama 15 hari dengan satu kamera saja. Ia membebaskan aktor dan aktrisnya untuk mengeksplorasi peran hingga terwujudlah Siapa Dia yang akan tayang 28 Agustus nanti.
"Setiap manusia punya kebudayaan ada yang suka hal jadul, ada yang suka yang alternatif, ada yang suka yang populer. Sama seperti kalau kita datang ke kota, ada yang mencari makanan tradisional, ada yang populer, ada yang alternatif. Hiburan itu bisa untuk relaksasi, tapi juga memberi pengalaman luas dan mengasyikkan. Penonton harus diberi keberagaman tontonan. Itu yang saya coba hadirkan," tandas Garin.
Selain Nicholas Saputra, ada nama Amanda Rawles (Rintik), Ariel Tatum (Anna), Widi Mulia (Denok), Cindy Nirmala (Indah), Gisella Anastasia (Mui), dan Morgan Oey (Samo). Ada juga Joanna Alexandra (Maria), Monita Tahalea (Nurlela), Happy Salma (Juwita), Dira Sugandi (Sari), serta Sita Nursanti (Mba Kenes).
Kisah bermula dari seorang pemuda bernama Layar (Nicholas Saputra), yang bercita-cita membuat film musikal. Ia kembali ke rumah buyutnya di sebuah kota kecil, lalu menemukan sebuah koper penuh surat dan catatan cinta peninggalan buyut, kakek, hingga ayahnya.
Bersama dua sahabatnya, Denok dan Rintik, Layar mencoba menghidupkan kisah cinta dalam catatan itu. Usahanya bukan sekadar mencari inspirasi, melainkan perjalanan emosional yang membuatnya serasa masuk ke dalam romansa dan tragedi para leluhur.
Alur cerita bergulir lewat nyanyian dan tarian, melintasi era kolonial, masa perjuangan, hingga Orde Baru. Semuanya terjalin sebagai refleksi perjalanan sejarah sinema Indonesia. Tak disangka, di tengah pencarian itu, hubungan Layar dengan Denok dan Rintik berkembang menjadi kisah cinta baru—seperti potongan adegan dari film yang sedang mereka wujudkan. (Fxh)