Krjogja.com - YOGYA - Film Four Trails berdurasi satu setengah jam mampu menghipnotis penonton diputar dalam Jogja Asia Film Festival. Sutradara asal Inggris kelahiran Hong Kong, Robin Lee mengangkat olahraga ekstrim dan aksi lewat film dokumenter tersebut.
Robin Lee mengatakan, film yang diproduksi pada tahun 2023 tersebut berawal dari kesenangannya pada olahraga fisik yang menantang di alam bebas.
Baca Juga: Roblox dan Peluang Baru Promosi Destinasi Wisata
"Kebanyakan orang melihat ini di Amerika atau Eropa. Saya dilahirkan di Hong Kong dan di Hong Kong tidak ada seperti itu. Jadi ketika saya menemukan ini, bagi saya adalah tantangan," kata Robin di Bioskop Empire XXI Yogya (2/12/25).
Ia menambahkan pembuatan film ini adalah salah satu hal yang tersulit di dunia. Lewat film itu, ia ingin menunjukkan bagaimana Hong Kong kepada semua orang yang menonton filmnya.
"Untuk bisa mengambil film yang saya suka, yaitu sport ekstrim dan sport aksi, tapi di tempat yang saya tinggal dan menunjukkan sisi yang berbeda bagi orang di Hong Kong," jelasnya.
Baca Juga: Promo 12.12, Kodomo Tawarkan Berbagai Produk Perawatan Anak dengan Harga Spesial
Robin menyebut, seluruh pemain yang berada di filmnya ini merupakan orang biasa dan bukan seorang atlet profesional. Karenanya ia harus menjaga emosi semua yang terlibat, baik pemain maupun kru.
"Dalam hal menjaga emosi, kami menghabiskan banyak waktu bersama sebelum pembuatan film. Kami membangun kepercayaan dengan mereka," tandasnya.
Hal lainnya yang digaris bawahi Robin Lee dalam film box office-nya ini adalah bahwa tidak ada yang menjadi pemenang atau kalah.
"Tidak masalah jika Anda adalah orang yang paling cepat, di tengah, atau di akhir. Saya pikir semua orang memiliki kisah untuk diceritakan. Semua orang memiliki perjuangan yang berbeda," imbuh Robin.
Film Four Trails menceritakan sekelompok pelari ultra yang menempuh 298 kilometer, mendaki 14.500 meter ketinggian dengan menempuh nlebih dari 72 jam.
Mereka berusaha menaklukkan tantangan terberat kota, menempuh keempat jalur pendakian legendarisnya dalam satu perjalanan.
Aturannya ketat: tanpa tongkat pendakian, tanpa musik, dan tanpa tidur, hanya ujian murni bagi tubuh dan tekad. Dengan tingkat keberhasilan hanya 6 persen, setiap finisher menjadi bagian dari legenda lokal.
Tidak mengherankan jika film ini membuat Lee meraih penghargaan Best New Director di Hong Kong Film Awards, sebuah pengakuan yang pantas bagi sutradara yang seperti para subjeknya, menolak berhenti ketika jalan berakhir. (*3)
