Film Dokumenter 'Unearthing Muarajambi Temples' Diputar di JNM Bloc 19 – 20 Juli 2023
Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI - Hilmar Farid menyatakan bahwa: “Peradaban Muarajambi ini adalah bagian dari peradaban yang lebih besar, peradaban Batanghari. Dan itu mulai dari hilirnya sampai ke hulunya di Dharmasraya. Sepanjang 800 km itu peninggalannya begitu banyak."
"Ini yang sekarang ingin kita angkat. Tapi pada saat bersamaan kita tak ingin ini cuma menjadi urusan teknisnya orang Cagar Budaya. Masyarakat tentu harus juga terlibat di level yang lebih spiritual dan kultural," imbuhnya.
Sementara itu, sutradara film juga menambahkan: “Sangat disayangkan kalau kita tidak tahu apaapa soal situs Muarajambi, bahkan saya tidak pernah mengenalnya saat masih sekolah dulu. Padahal itu menggambarkan betapa megah dan majunya peradaban dan pemikiran spiritual nenek moyang kita,” jelas Nia Dinata.
Nia Dinata juga melanjutkan, “Akan banyak isu yang ikut dibicarakan di film ini, tapi rasanya toleransi jadi salah satu suara paling kuat. Selama syuting, saya merasakan kehidupan sehari-hari masyarakat di sana penuh kedamaian dan penerimaan sekaligus menjadi pengingat masyarakat Indonesia saat ini akan indahnya toleransi."
Film “Unearthing Muarajambi Temples” terinspirasi dari buku “Mimpi-Mimpi dari Pulau Emas” (Dreams from The Golden Island) yang ditulis Elizabeth Inandiak bersama masyarakat Desa Muaro Jambi.
Mengusung semangat serupa, selama pengerjaan dokumenter ini, tim Kalyana Shira Foundation mengajak beberapa anak muda dari beberapa komunitas desa untuk
berkolaborasi.
Dalam konteks praktik sinema, kolaborasi ini bisa dilihat sebagai usaha tim Kalyana Shira Foundation untuk menghindari mengobjektivikasi masyarakat Muaro Jambi.
Alihalih demikian, film ini bisa dimaknai sebagai karya bersama, antara tim produksi film dengan masyarakat yang kini hidup di sekitar kompleks Candi Muarajambi.
Film ini bisa dinikmati, tak hanya oleh para pecinta sejarah, namun juga penonton dengan ragam latar belakang. Mengingat nilai universal dari ajaran Buddha yang diwariskan dari situs Muarajambi merupakan asupan pengetahuan serta bahan refleksi penting bagi semua khalayak.
Hilmar Farid berharap agar warga desa Muaro Jambi tetap memegang peran utama dalam pelestarian candi Muarajambi ini, menjadi bagian dari keseharian mereka untuk memuliakan kembali warisan sejarah juga lingkungan dan memastikan akan tetap lestari sampai akhirnya jaman.
Pizza Mediterranea Jogjakarta yang sangat mengutamakan sisi kemanusiaan dalam menjalankan usaha bisninya, mendukung pemutaran film kali ini.
“Ketika kami diberi kesempatan untuk menonton premier film dokumenter "Unearthing Muara Jambi" oleh Nia Dinata di Candi Borobudur, kami merasa tersentuh oleh sejarah yang begitu kompleks, yang telah menyatukan orang-orang dari berbagai lapisan masyarakat selama lebih dari seribu tahun," ujar Irma dan Kamil, pemilik dari Pizza Mediterranea.
"Kami juga terpesona oleh dimensi manusia dari situs ini sejak awal sejarahnya. Langsung terbersit di benak kami bahwa JNM Bloc adalah tempat yang tepat untuk memutar film dokumenter ini," lanjutnya.
Ada begitu banyak nilai yang dapat diambil dari film dokumenter ini, seperti nilai toleransi antar sesama dan kesempatan untuk mempelajari sejarah serta pengetahuan budaya Indonesia dengan lebih mendalam. Nilai-nilai ini perlu disebarkan dan dipegang teguh oleh generasi muda kita.
Selain versi feature-length (atau versi dengan durasi Panjang), Film Unearthing Muara Jambi Temples juga akan ditayangkan dalam bentuk serial pendek sebanyak 8 episodedi Kanal Indonesiana TV, sebuah streaming service milik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia, dalam waktu dekat.
Masing-masing episode akan menggali berbagai cerita seputar Candi Muarajambi. Seperti menyibak sedikit demi sedikit harta karun Indonesia, Situs Percandian Muarajambi. (*)