GUNUNGKIDUL, KRJOGJA.com - Wilayah Yogyakarta, khususnya Gunungkidul menjadi salah satu daerah yang mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) ekstrem. Akibatnya sebanyak 100.000 jiwa atau tepatnya 96.523 penduduk mengalami kesulitan air bersih.
Â
Jumlah tersebut mencakup 31.607 kepala keluarga di 11 kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Data terbaru ini dirilis Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).Â
Â
Ke-11 kecamatan itu meliputi Girisubo, Nglipar, Paliyan, Panggang, Purwosari, Rongkop, Tanjungsari, Tepus, Ngawen, Ponjong dan Gedangsari. Dari 11 kecamatan tersebut, Tepus tercatat paling banyak warganya yang terdampak krisis air bersih yakni 8.232 KK terdiri 32.851 jiwa.
Baca Juga :Â
Cuaca Tak Tentu, Yogya Masuk Wilayah Hari Tanpa Hujan Ekstrem
Goa Pindul dan Sri Getuk, Alternatif Objek Wisata di Wonosari
Â
"Meski musim kemarau baru memasuki periode awal, namun faktanya beberapa daerah mulai mengalami kekeringan," terang Sutopo. Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat kekurangan air bersih, sehingga mengharapkan bantuan droping air bersih. Diperkirakan musim kemarau berlangsung hingga Oktober 2018, sehingga dapat menimbulkan berbagai masalah terkait penyediaan air bersih.
Â
Dari pantauan KR, Kamis (28/6), kekeringan yang terjadi di Gunungkidul telah berdampak pada mengeringnya sejumlah telaga. Salah satunya Telaga Gandok di Desa Bedoyo Kecamatan Ponjong. Warga memanfaatkan satu sumur di tengah telaga yang menjadi harapan terakhir tersedianya air bersih.
Â
"Ada dua sumur, tapi yang satu telah kering. Jika sumur satunya turut mengering, saya kehilangan harapan mendapatkan air bersih," terang Sukamsi, seorang warga Bedoyo Kidul. Sukamsi mengaku tak bisa beli air bersih seperti tetangganya karena keterbatasan dana.Â