Lanskap Karst sebagai Tulang Punggung Pembangunan Berkelanjutan

Photo Author
- Sabtu, 29 Juni 2024 | 06:30 WIB
Paparan pada acara summer course. (Foto: Risbika Putri)
Paparan pada acara summer course. (Foto: Risbika Putri)


KRjogja.com - GUNUNGKIDUL - Pentingnya menjaga ekosistem karst tentang keberlangsungan hidup di Gunungkidul seperti PR besar dalam ranah pengembangan potensi daerah di Gunungkidul.

Dalam hal itu, Institut Pertanian Stiper (INSTIPER) bersama CIRAD pada 25-29 Juni 2024 menyelengarakan kegiatan Summer Course yang dengan mengundang para dosen, peneliti dan praktisi dan mahasiswa dari Malaysia, Vietnam, Filipina dan Indonesia. Summer Course diinisiasi guna memperdalam pengetahuan, keterampilan dan kompetensi dalam pengelolaan lanskap berkelanjutan di Gunung Kidul.

Dalam kesempatan Media Briefing, Prof. Ir. Chay Asdak MSc, PhD, selaku pengajar di FTIP Sekolah Pascasarjana Universitas Padjajaran dan Suistainitiate Associate menuturkan pihaknya melihat produksi agrikultur dalam masyarakat di kawasan karst.

Baca Juga: Cegah Judi Online, OJK DIY Edukasi Seluruh Lapisan Masyarakat

"Secara kearifan ekologi, masyarakat Gunungkidul memahami bagaimana sistem kehidupan daerah milik mereka. Salah satunya menanam tanaman vegetasi yang sesuai dengan kondisi tanahnya. Terdapat tandon-tandon air untuk sebuah keberlangsungan hidup masyarakat," ujar Chay dalam Media Briefing di Desa Ngestirejo, Kamis (27/6/2024).

Ia melanjutkan dalam hal sebuah perencanaan pembangunan ecotourism harus melihat secara kondisi alamnya, baik vertikal dan horizontal. Karena secara teknis kawasan karst ditentukan dari lanskap dan aspek geologi.

"Di satu sisi pembangunan mendatangkan uang, tapi jika salah langkah bisa mendatangkan masalah. Kebijakan itu harus di sesuai dengan hasil riset. Hasil riset sebagai peta kerja untuk pembangunan. Kerja cerdas harus berbasis data. Sistem pentahelix harus dilakukan," tambahnya.

Chay menegaskan bahwa nature base adalah sebuah solusi tepat. Masyarakat sebaiknya menyadari dan membawai resionalitas tentang kondisi alam di Gunungkidul, khususnya karst.

"Jika ingin membuat sebuah ecotourism raksasa, maka harus ditunjukkan aksi sebuah konservasi yang nyata. Penerima manfaat ecotourism haruslah masyarakat setempat. Kontestasi ide harusnya ada, namun komunitas masyarakat juga harus dilibatkan," ujar Chay.

Baca Juga: Telkomsel Raih Tiga Penghargaan Internasional TM Forum’s Innovation Awards 2024

Dr Ir Agus Setyarso, MSc selaku Deputy Director, Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper Yogyakarta menuturkan pemanfaatan sumberdaya berbasis lahan secara Smart Agroforestri mulai pesat dikembangkan di Gunungkidul.

"Hal itu mampu disesuaikan dengan landskapnya. Lanskap di Gunungkidul sangat menarik karena lanskap sebagai tulang punggung pembangunan berkelanjutan yang berujung sebuah resiliensi," ujar Agus.

Kesulitan besar dalam lanskap Gunungkidul adalah air. Smart Agroforestri merupakan sebuah solusi sekaligus mitigasi. Dalam hal itu perlu ada satu wadah yang mampu menaungi komunitas publik dalam hal keberlanjutan.

"Yang diperlukan saat ini ialah pemberdayaan dan penguatan masyarakat. Karena hal tersebut mampu memupuk kemandirian. Selain itu memiliki tujuan yaitu produktivitas, ekowisata, dan lanskap berkelanjutan," ujarnya.

Salah satu konservasi dengan merujuk desa wisata berkelanjutan ialah Wisata Edukasi Grenhouse Lelaki Sintal atau Lele Lahan Kering Sistem Terpal. Sebuah konsep yang diusung oleh Agung Nugroho SSos dalam budi daya kolam ikan lele di Desa Wisata Ngestirejo Gunungkidul. Konservasi internal pun ia kembangkan sebagai langkah pertahanan kesehatan ikan lele.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Olah Limbah Tanpa Bau, SPPG Playen Gunakan Bioteknologi

Minggu, 21 Desember 2025 | 15:50 WIB

Ditutup Danrem, TMMD Satukan TNI dan Rakyat

Jumat, 7 November 2025 | 19:36 WIB
X