Krjogja.com - GUNUNGKIDUL - Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2025 resmi ditutup dengan prosesi penuh makna di Lapangan Desa Logandeng, Kabupaten Gunungkidul, Sabtu (18/10).
Bukan pesta meriah, melainkan ritus syukur sederhana bertajuk “Nandur Donga, Ngrumat Kajat” — menanam doa dan merawat hajat kebudayaan.
Sejak siang, warga, panitia, dan seniman berkumpul di Pawon Hajat Khasiat, memanjatkan doa bersama sebelum menanam pohon lo, simbol asal-usul nama “Logandeng” yang berarti pohon lo bergandengan.
Penanaman pohon ini menjadi lambang harapan agar akar kebudayaan terus tumbuh dan saling terikat, seperti akar masyarakatnya yang tak lekang oleh waktu.
“Kita berharap bahwa kebudayaan yang telah banyak dieksplorasi dan dikembangkan bersama bisa diteruskan dengan kesetiaan dan kesadaran penuh,” ujar Dian Lakshmi Pratiwi, Kepala Dinas Kebudayaan DIY, dalam sambutannya.
Baca Juga: Pameran Art Fun PAS for Children, Kembangkan Kreativitas dan Imajinasi Anak
FKY 2025, yang berlangsung sejak 11–18 Oktober, mengusung tema “Adoh Ratu, Cedhak Watu” — jauh dari raja, dekat dengan batu. Filosofi ini menggambarkan kemandirian masyarakat Gunungkidul yang tumbuh dari jarak kekuasaan, namun justru memperkuat daya hidup budaya mereka.
Rangkaian penutupan dilanjutkan dengan Ritual Mindhang Pasar Kawak, sebuah upacara adat “ngluwari nadar” atau memenuhi janji, yang telah lama hidup dalam tradisi warga Gunungkidul. Sesaji berupa gula setangkep dan kembang boreh disiapkan sebagai simbol keseimbangan lahir-batin dan penolak bala.
“Semoga FKY menjadi ruang di mana kita semua dapat merasakan betapa kuatnya ikatan budaya kita,” tutur Aria Nugrahadi, perwakilan Gubernur DIY.
Selain sebagai perayaan budaya, FKY 2025 juga meninggalkan dampak nyata. Berdasarkan laporan B.M. Anggana, Direktur FKY 2025, festival ini mencatat dampak ekonomi Rp 460 juta lebih, melibatkan 2.587 pelaku seni, dan menarik lebih dari 72 ribu pengunjung.
Di ranah digital, konten FKY menjangkau jutaan mata lewat Instagram, TikTok, dan laman resminya.
“Yang memelihara kebudayaan bukanlah kekuasaan, melainkan kasih sayang yang tumbuh di antara warganya,” ujar Anggana menutup laporannya. “Semoga FKY terus hidup bukan karena dilindungi, tapi karena dirawat dan dicintai.”
Prosesi penutupan turut dimeriahkan oleh Orkes Keroncong Lintang Kanistha, Sigit Nurwanto, SSRNB, Jumat Gombrong, dan FSTVLST. Di penghujung acara, panitia juga mengumumkan pemenang berbagai kompetisi, dari Panji Desa “Ngelmu Watu” hingga Sayembara Content Creator “Festivalnya Jogja, Cerita Kita Semua.”