Krjogja.com - ANTUSIASME umat Islam dalam menunaikan ibadah haji seringkali memunculkan praktek yang berpotensi membahayakan, seperti berangkat ke tanah suci tanpa menggunakan visa haji yang resmi diterbitkan oleh Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA). Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), K.H. Mahbub Maafi Ramdan, menegaskan bahwa praktik ini tidak hanya bertentangan dengan syariat Islam, tetapi juga membahayakan pelakunya dan jamaah haji secara umum.
Dalam penjelasannya, Kiai Mahbub menyoroti kebijakan pengendalian kuota jamaah haji melalui visa haji yang diterapkan oleh KSA. Menurutnya, kebijakan ini sejalan dengan prinsip-prinsip syariat Islam yang bertujuan untuk menghadirkan kemaslahatan dan mencegah mafsadat, atau kerusakan.
Praktik haji ilegal, yang juga dikenal sebagai "haji ghasab", memiliki konsekuensi serius bagi para pelakunya dan jamaah haji secara keseluruhan. Dampaknya meliputi berbagai masalah seperti kekurangan fasilitas, risiko kesehatan akibat cuaca ekstrem, hingga kepadatan jamaah yang tidak terkendali di titik-titik kritis area haji.
Kiai Mahbub juga menyoroti bahaya ketidakpatuhan terhadap prosedur formal dalam menjalankan ibadah haji. Praktik ini tidak hanya dilarang secara syariat karena menimbulkan mafsadat, tetapi juga dianggap sebagai perampasan hak yang diharamkan.
Di tengah imbauannya untuk menghormati prosedur formal yang ditetapkan oleh pemerintah KSA dan negara asal jamaah haji, Kiai Mahbub mengajak masyarakat Indonesia untuk mematuhi regulasi yang berlaku. Hal ini tidak hanya untuk menjaga keselamatan jamaah haji, tetapi juga untuk memastikan terselenggaranya ibadah haji dengan baik, layak, dan nyaman.
Melalui pemahaman dan ketaatan terhadap aturan yang berlaku, diharapkan semua pihak dapat mengantisipasi potensi bahaya dan memastikan bahwa ibadah haji dapat dilaksanakan dengan aman serta sesuai dengan tuntunan syariat Islam. (*)
Sumber : LTN-PBNU