Krjogja.com - JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf, mengajak umat Islam Indonesia untuk melaksanakan ibadah haji dengan mengikuti prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.
Dalam Forum Bahtsul Masail Diniyyah Waqiiyah yang digelar di Jakarta pada 28 Mei lalu, para kiai NU membahas dan memutuskan bahwa ibadah haji yang dilakukan tanpa mengikuti prosedur formal tidak sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Menurut Gus Yahya, pelaksanaan haji nonprosedural mengandung banyak risiko, baik bagi diri sendiri maupun jemaah haji lain yang telah menempuh prosedur resmi. "Ibadah haji yang tidak melalui jalur resmi dapat memperparah kepadatan di kawasan Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna), serta mengganggu layanan transportasi, akomodasi, dan konsumsi," ujarnya dalam keterangan pers di kantor PBNU, Jalan Keramat Jaya No. 164, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024).
Baca Juga: Terapkan Konsep Pembelajaran, Studi Kasus Mahasiswa Prodi MM UAD
PBNU menegaskan bahwa haji nonprosedural adalah praktik yang cacat dan pelakunya berdosa karena melanggar kebijakan pemerintah. Dalam konteks ini, kebijakan yang dimaksud adalah aturan yang diberlakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi. Selain itu, haji nonprosedural juga berseberangan dengan inti syariat Islam yang menekankan pada keselamatan diri sendiri dan orang lain.
Gus Yahya menambahkan, "PBNU telah mengeluarkan fatwa yang melarang masyarakat Indonesia melawan aturan dari Pemerintah Arab Saudi. Meskipun ibadah hajinya sah, tetapi hukumnya haram karena melanggar hak dan wewenang pemerintah yang berdaulat," ujarnya.
Fatwa ini dikeluarkan karena beberapa jemaah haji asal Indonesia tertangkap saat razia di Arab Saudi dan dideportasi karena tidak mengikuti jalur resmi yang diatur oleh pemerintah setempat. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melanjutkan ibadah haji, dan Pemerintah Indonesia tidak dapat memberikan perlindungan karena mereka tidak melalui jalur resmi.
"Banyak orang yang tetap berangkat tanpa dokumen yang sah dan tidak masuk dalam sistem resmi. Mereka dirazia oleh pihak berwenang Arab Saudi dan kemudian dipulangkan," kata Gus Yahya.
Kiai asal Rembang ini juga mengingatkan bahwa jemaah haji yang terjaring razia akan menerima sanksi berat. Penanggung jawab perjalanan haji yang tidak lewat jalur resmi akan dikenai pidana, sementara seluruh orang yang tertangkap saat razia akan dilarang masuk Arab Saudi untuk urusan apapun selama 10 tahun.
"Bahkan jika beberapa tahun kemudian orang yang mendapat sanksi tersebut mendapatkan jatah haji sesuai nomor antrean, mereka tetap akan ditolak. Hal ini tentu sangat merugikan," tegasnya.
Gus Yahya mengimbau agar umat Islam Indonesia mematuhi aturan yang ada. "Kita sampaikan dan peringatkan, sudahlah ikuti aturan saja. Karena haji hanya wajib bagi yang mampu. Mampu itu dalam arti segalanya, termasuk izinnya. Tidak harus dipaksakan atau diupayakan untuk mampu," tandasnya.
Dengan mengikuti prosedur yang ada, diharapkan umat Islam dapat menjalankan ibadah haji dengan lancar dan khusyuk, tanpa mengabaikan ketentuan yang telah ditetapkan oleh kedua pemerintah. (*)