"Secara umum jemaah risti Kloter 97 SOC sejumlah 244 orang dengan pemakai kursi roda pokok 28 orang dan tambahan 15 orang," sebut Ketua Kloter 97 SOC Abdul Suud.
Dijelaskan Suud, untuk lansia dan risti di kloter 97 SOC sebetulnya sudah ada ketentuan istita'ah dengan pendamping sehingga tidak terlalu berat bagi petgas yang jmlahnya terbatas. Hanya saja dalam kenyataanya banyak jemaah risti yang tidak ada pendamping. Karena itu guna menghatasi hal tersebut dioptimalkan jemaah satu regu hingga satu rombongan.
"Sedari awal kami sosialisasikan kepada jemaah. Karena kalau tidak maka bebannya akan sangat berat karena hanya ada lima petugas pusat dan satu daerah," ucap pria yang kesehariannya menjabat Kasi PTK Bidang Dikmad Kanwil Kemenag DIY tersebut.
Baca Juga:Â Masjid Bir Ali, Belum Sah Umrah dan Haji Sebelum Ketempat Ini
Dijelaskannya pula khusus untuk pelayanan jemaah berkursi roda, di setiap kegiatan selalu dijadwalkan terlebih dulu. Untuk pendorong diutamakan dari pendamping, kemudian anggota rombongan yang sehat. Jika masih kurang akan menggunakan jasa pendorong. "Intinya kami tetap momotivasi peran dari anggota rombongan," ucapnya.
bahkan jelas Suud, semenjak keberangkatan pihaknya sudah berkoordinasi dengan beberapa ketua kloter dari DIY terkait hal tersebut. Sebelum memulai kegiatan, pihaknya juga selalu meminta laporan jumlah jemaah yang berkursi roda serta jumlah pendorongnya.
"Maka jika ada yang tidak punya pendorong kami sampaikan ke semua anggota kloter," terangnya.
Mengenai pergerakan saat fase Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) dikatakan Suud secara teknis tidak ada masalah dengan jemaah lansia dan risti. Pasalnya fase tersebut sudah terpetakan hingga diketahui berapa yang berkursi roda dan siapa saja pendorongnya.