Sejumlah elemen masyarakat pun bereaksi dan meminta institusi pendidikan mengimplementasikan pendidikan seksual kepada anak. Banyak pula yang meminta KPI untuk menghentikan tayangan yang dinilai berbahaya. Namun pada realitasnya anak lebih banyak dilingkungan keuarga, maka sudah seharusnya pendidikan keluargalah yang harus mempunyai pondasi yang kuat dalam mengarahkan anak. Tidak hanya orangtua, namun peran aktif anggota keluarga lainnya mampu menyelamatkan anak dari bahaya predator seksual dan mencegah anak menjadi predator bagi sesamanya.
Semua mimpi buruk akan hal tersebut mampu kita awali dengan mematikan handphone sejenak, dan mulailah memberikan perhatian kepada anggota keluarga kita. Mulailah bersifat terbuka dan berkomunikasi dari hati ke hati pada anggota keluarga kita, serta mulailah melakukan pendampingan dan memberikan perhatian khusus terhadap anggota keluarga kita khusunya bagi anak-anak didalam keluarga kita.
Apalah artinya anak atau anggota keluarga kita juara dalam mata pelajaran matematika, fisika, bahasa Inggris atau yang lainnya jika di kemudian hari menjadi korban atau pelaku kekerasan. Ini yang perlu kita semua renungkan bahwa mendidik anak bukan hanya sebatas secara akademik namun juga mendidik mereka agar dapat terhindar dari para predator dan jangan sampai menjadi predator.
Karena anak adalah Peniru ulung. Sikap mereka di sekolah, di lingkungan dan masyarakat adalah cerminan bagaimana kehidupan mereka di rumah, yang tentu tidak terlepas dari didikan orang tuanya. (Kholivia Rahmawati, penulis mahasiswi Kebijakan Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan UNY)