Selanjutnya beberapa langkah dapat ditempuh sebagai solusi mengentaskan ATS. Pertama, pemerintah bekerja sama dengan lembaga swasta dan organisasi non-pemerintah dapat menyediakan beasiswa dan program dukungan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Pelatihan keterampilan juga penting sebagai alternatif bagi anak-anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan formal, sehingga mereka tetap memiliki peluang untuk mendapatkan pekerjaan di masa depan.
Kedua, perlu kebijakan peningkatan fasilitas pendidikan di daerah-daerah yang kurang terlayani. Membuka lebih banyak sekolah, PKBM, serta menyediakan transportasi yang aman dan terjangkau, sehingga dapat membantu anak-anak untuk kembali ke jalur pendidikan.
Ketiga, melakukan pendekatan pendidikan sosial dan budaya. Sosialisasi atau kampanye untuk memotivasi dan mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pendidikan perlu terus digencarkan. Ini termasuk program-program yang fokus pada penghapusan stereotip gender dan mendorong partisipasi anak perempuan dalam pendidikan.
Keempat, pemerintah perlu terus meningkatkan kualitas pendidikan di semua tingkatan, termasuk memperbaiki kualitas fasilitasnya. Pelatihan bagi guru hendaknya menjadi prioritas agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menantang dan membahagiakan. Kurikulum juga perlu disesuaikan agar lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Program penguatan pendidikan karakter juga diperlukan untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berintegritas..
Kelima, perlu menjalin kolaborasi antar pemangku kepentingan. Penyelesaian masalah anak tidak sekolah membutuhkan kerja sama lintas baik satker pusat maupun pemda. Kolaborasi harus dijalin untuk membentuk tim lintas sektoral dalam menciptakan strategi dan program-program yang holistik untuk menangani masalah ini.
Mengurai benang kusut ATS bukan sekedar monopoli tugas Dinas Dikpora selaku otoritas pendidikan. Masalah ini harus diselesaikan bersama dengan otoritas lain yang kompeten, yaitu Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP), Dinas Kesehatan, serta Kemenkumham.
Perlu Dukungan Perpres
Atmosfer yang kondusif diperlukan dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai payung hukum untuk pencegahan dan penanganan ATS. Perpres ini dapat mengatur berbagai aspek, mulai dari pendanaan pendidikan, dukungan bagi keluarga miskin, hingga regulasi bagi lembaga pendidikan.
Dengan adanya payung hukum yang jelas, program-program yang dirancang untuk menangani masalah ATS bisa berjalan lebih efektif dan terarah. Perpres ini hendaknya mencakup mekanisme pemantauan dan evaluasi, sehingga setiap pihak yang terlibat dapat bertanggung jawab dalam menjalankan program-program yang ada.
Dengan kolaborasi yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, diharapkan anak-anak yang saat ini terjebak dalam siklus ketidakberdayaan dapat kembali mendapatkan pendidikan yang layak.
Menyikapi masalah ATS di DKI Jakarta bukanlah tugas yang mudah, tetapi bukan pula hal yang mustahil. Dengan kesadaran kolektif dan tindakan nyata dari semua pihak, dapat memberikan harapan baru bagi ATS di Jakarta.
Mereka berhak untuk bermimpi dan mengejar masa depan yang lebih baik, di mana pendidikan menjadi salah satu kunci utama menuju perubahan. Tugas kita adalah berkolaborasi menciptakan lingkungan yang mendukung mereka untuk tidak hanya pergi ke sekolah, tetapi juga meraih cita-cita yang selama ini mereka impikan. Anak Jakarta, No One Left Behind !.
Penulis : Heni Mulyani, Widyaprada Ahli Madya BPMP DKI Jakarta