Arungi Benua untuk Indonesia: Perjalanan Mahasiswa Awardee IISMA dalam Menempuh Studi

Photo Author
- Sabtu, 31 Agustus 2024 | 17:57 WIB
(Istimewa)
(Istimewa)

"AKU merasa ini kesempatan terakhirku, jadi aku putusin buat segera daftar."

Adalah pikiran Muhammad Najib (24) satu tahun lalu ketika memutuskan untuk mendaftar program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) tahun 2023. Menuntut ilmu di luar negeri telah menjadi impian Najib semenjak lulus SMK. Saat itu, Najib mengikuti rangkaian seleksi beasiswa Global Korean Scholarship (GKS) yang diselenggarakan oleh National Institute For International Education (NIIED) Korea Selatan. Sayangnya, keberuntungan tak berpihak padanya. Najib harus mundur usai seleksi wawancara dan melanjutkan studi di Indonesia.

Di tahun keduanya sebagai mahasiswa Teknologi Rekayasa Instrumentasi dan Kontrol, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada (UGM), Najib masih berpegang pada impiannya untuk berkuliah di luar negeri. Berbekal portofolio dan pengalaman yang telah ia kumpulkan selama berkuliah di UGM, Najib memutuskan untuk mengikuti seleksi program IISMA, salah satu beasiswa studi luar negeri yang ditawarkan oleh Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Sesuai dengan program studi yang ditempuhnya, Najib memilih Deggendorf Institute of Technology, Jerman sebagai kampus tujuannya.

Baca Juga: 1.293 Orang Asing Diperiksa Dalam Operasi Jagratara, 185 Diproses Hukum

Najib adalah salah satu dari banyaknya pelajar Indonesia yang berambisi untuk menuntut ilmu di luar negeri. Tak heran, banyak universitas terkemuka di dunia berada di negara maju. Dengan semangat membawa perubahan untuk Indonesia, para pelajar bersemangat untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya di luar negeri, lalu kembali untuk mengembangkan pengetahuan yang diperoleh di Indonesia. Namun, untuk dapat berkuliah di luar negeri, tentu saja mahasiswa harus menggocek biaya yang lumayan. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) melalui program MBKM telah membentuk program unggulan untuk memfasilitasi mahasiswa Indonesia menggapai mimpi berkuliah di luar negeri tanpa halangan biaya.

Indonesian International Student Mobility Award (IISMA) adalah program pertukaran mahasiswa Indonesia di universitas ternama dunia selama satu semester. IISMA merupakan salah satu dari tujuh program flagship MBKM yang dicanangkan oleh Menteri Dikbud Ristek, Nadiem Makarim. Universitas sasaran IISMA tersebar di seluruh dunia, termasuk Singapura, Prancis, Australia, dan Amerika Serikat. Program IISMA mendanai kegiatan pertukaran mahasiswa mulai dari persiapan, transportasi, tempat tinggal, hingga uang saku setiap bulannya.

Hingga tahun 2023, jumlah penerima beasiswa IISMA mencapai 6.522 mahasiswa, baik dari jenjang sarjana maupun diploma. IISMA menyediakan lima skema, yaitu reguler, afirmasi (mahasiswa pemegang KIP-K dan berasal dari daerah 3T), co-funding, vokasi (IISMAVO), dan entrepreneurship (IISMA-E). Lima skema tersebut dibuat agar seluruh lapisan mahasiswa dapat mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar di luar negeri.

Baca Juga: SD Muhammadiyah Suronatan Lestarikan Budaya, Ada Dendang Cublak-cublak Suweng

Membangun Jembatan Ilmu di Benua Lain

Menimba ilmu di tempat baru yang jauh nan asing tidak sekadar tentang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Mahasiswa harus bisa beradaptasi dengan kurikulum dan kultur pembelajaran yang ada di negara tujuan. Tak hanya itu, mahasiswa juga mempelajari bidang keilmuan lain di luar disiplin ilmu yang telah mereka pelajari di kampus asalnya.

Sebagai mahasiswa Teknologi Rekayasa dan Instrumentasi, Najib selalu tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan ilmu komputasi (computer science), terutama di kecerdasan buatan (artificial intelligence; AI) dan machine learning. Sayangnya, disiplin ilmu tersebut kurang dieksplor di jurusan Najib ketika di Indonesia. Oleh karena itu, ia memanfaatkan kesempatan belajarnya di Jerman untuk mempelajari ilmu komputasi.
Mempelajari hal baru di negara asing tentu saja tidak ditempuh di jalan yang mulus. “Mungkin bukan basic-ku, pas pertama kali belajar itu di Jerman,i aku agak susah mengikuti,” aku Najib.

Selain itu, Najib harus beradaptasi dengan sistem akademik di Jerman yang berbeda dengan sistem akademik di Indonesia. Di Jerman, penilaian tiap mata kuliah hanya dilakukan di akhir semester. Hal ini dapat menjadi hal yang menguntungkan mengingat kehadiran mahasiswa tidak termasuk dalam aspek penilaian. Namun, selain urusan akademik, Najib sebagai student representative (SR) IISMA di Jerman harus menjalani berbagai acara di luar kegiatan akademik. Untungnya, ia masih dapat menjalaninya dengan baik. “Alhamdulillah, (nilainya) aman, lah!” ujar Najib.

Pengalaman serupa juga dijalani oleh Rachel Adeline Wiguna, mahasiswa Psikologi UGM angkatan 2021 yang mendapatkan beasiswa IISMA tahun 2023 di University of Adelaide, Australia.

Baca Juga: Pelti DIY Optimistis Raih Medali PON

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

Perlu 7 Pilar Fondasi Sistematik Kinerja Aset

Minggu, 21 Desember 2025 | 09:20 WIB

Lagi, Dr Sihabul Millah Pimpin IIQ An Nur Yogyakarta

Sabtu, 20 Desember 2025 | 20:30 WIB

UMJ Perlu Melangkah ke Universitas Kelas Dunia

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:15 WIB
X